Zaman terus berubah. Membuat suatu wilayah terus berbenah. Namun, tak sedikit pula kenangan pada masa lampau masih tersisa.
OKTAVIA MEGARIA, Balikpapan
KETIKA melewati ruas Jalan Ahmad Yani, Balikpapan, mungkin akan ditemui bangunan ini. Sebuah bangunan tua yang tak lagi utuh. Posisinya memang beberapa meter dari badan jalan. Juga, ditutupi dengan material seng berwarna biru yang dibuat menjadi pagar.
Bangunan bercat krem pudar itu terlihat sangat lusuh. Beberapa sisinya telah hancur. Tak hanya dinding, sekitar gedung itu ditumbuhi tanaman liar. Sekilas dilihat tidak tampak, bahwa bangunan ini pernah jadi idaman warga kota. Sebagai sarana hiburan, kala jenuh melanda.
Bioskop Nusantara. Begitu warga Kota Minyak menyebutnya dulu. Salah satu bioskop primadona, sekitar 1980-1990. Khususnya bagi mereka yang hidup pada masa itu.
Ardian salah satunya. Warga Gang Selamat, Kelurahan Karang Jati, Balikpapan Tengah, yang berada di sekitar area itu. Juga menjadi saksi bagaimana ramainya pengunjung kala itu.
Usianya masih remaja, ketika Bioskop Nusantara berada pada masa jayanya. Walau tidak tahu kapan tepatnya dibangun, dia ingat betul bentuk dan suasana yang hidup pada era 80-an itu.
Dalam ingatannya, bioskop itu hanya memiliki satu ruangan. Dengan posisi duduk yang tanpa sekat, sehingga mampu menampung banyak penonton. Dengan harga tiket masuk berkisar Rp 500-Rp 1.000 saja.
Jadwal tayang film pun masih berbekas jelas di benaknya. Setiap Senin sampai Sabtu, ada tiga kali jadwal penayangan. Yakni siang sekali, dan malam harinya dua kali pemutaran film. Sementara Minggu, pemutaran dimulai pada pagi hari. “Biasanya Sabtu malam itu paling ramai. Sama kalau Lebaran. Itu saya sampai ikutan jual tiket saking ramainya,” beber dia.
Pria 43 tahun itu melanjutkan, kala itu film romantis yang diperankan Rhoma Irama dan kekonyolan Warkop DKI yang diperankan oleh Dono, Kasino, dan Indro, menjadi primadona. Sementara untuk yang sedikit memacu keseruan, film laga dari Negeri Tirai Bambu kerap mendapat tempat di hati penonton. Seperti Shaolin Temple dan Black Cobra.
Namun, memasuki medio 90-an, bioskop itu mulai kalah oleh perubahan zaman. Mulai maraknya pemutaran film dalam bentuk CD, membuat bioskop tersebut sepi peminat. Hingga akhirnya tak berfungsi lagi.
Hal serupa dikatakan oleh tokoh budayawan Balikpapan, Zulhamdani AS. Dirinya yang juga menjadi saksi bioskop-bioskop tempo dulu, menyebut zaman menggerus usaha itu.