E-Tim, begitulah sebutan tim evakuasi Satgas Covid-19 Samarinda. Pagi, siang, atau malam, bukan jadi alasan untuk tidak melaksanakan evakuasi. Meski hujan melanda, mobil iring-iringan jenazah tetap melintas. Tenaga dan waktu dikorbankan untuk melaksanakan tugas.
CORONAVIRUS Disease 2019 (Covid-19)sudah melanda Kota Tepian lebih lima bulan, kantor sudah bagaikan rumah bagi E-Tim. Keseharian tim yang berjumlah 10 orang itu harus selalu terjaga 24 jam. Jika ada panggilan masuk, baju hazmat putih sudah harus cepat menempel di badan. Lengkap dengan masker yang menutup wajah.
Rasa panas karena mengenakan pakaian serba tertutup bukan lagi hal tabu. Keringat mengucur deras, membuat siapa saja yang mengenakan cepat dehidrasi. Namun, tuntutan tugas harus memakamkan jenazah kurang dari 6 jam menjadi prioritas. "Ya panas, mandi keringat kalau pemakaman, Mas. Lemas dan bisa dehidrasi jika kelamaan. Tapi bisa mengakali, sekarang kami memperhitungkan, kalau 30 menit jelang pemakaman baru pakai alat pelindung diri (APD)," jelas Aloes, salah satu E-Tim.
Lonjakan angka kematian karena Covid-19, membuat Aloes dan rekan-rekan harus bekerja ekstra. Bahkan, sempat melakukan pemakaman sejak pagi hingga menjelang pagi lagi. "Pemakaman harus sebelum 6 jam. Kemarin waktu memakamkan enam orang itu tidur cuma setengah jam aja. Perih mata, tapi yang penting ada istirahat," ucap pria 47 tahun itu. "Untuk waktu istirahat, kami atur waktu penjemputan. Seperti sebelumnya, ada tiga rumah sakit jadi pengangkutan, ada yang kami lakukan bersamaan jika selisih waktunya sedikit. Jadi bisa sekali jalan," timpal Nusa Indah yang juga masuk E-Tim.
Lonjakan kasus tentu membuat waktu untuk bertemu keluarga berkurang. Bahkan, 10 jari tangan belum habis jika dihitung. Waktu longgar untuk pulang hanya pada Juni lalu. Saat kasus belum meningkat seperti saat ini. Bahkan mendekati zero kasus. "Tapi itu tetap standby. Kalau sekarang sudah jarang pulang," kata Wahyu Hidayat, rekan Nusa dan Aloes.
Selain waktu untuk pulang yang kurang, petugas evakuasi memang sengaja tidak pulang. Mereka takut jika ada virus yang masih melekat dan terbawa ke rumah. Bahkan, bisa menulari keluarganya. Aloes dan rekannya berprinsip, jika terpapar Covid-19, biar mereka saja yang terkena. Jangan sampai keluarga dan masyarakat ikut terpapar.
Rindu anak dan istri tentu sudah tak mampu dibendung. Video call (VC) menjadi salah satu cara menekan rasa ingin bertemu. Setiap hendak melakukan pemakaman, VC menjadi kegiatan rutin personel E-Tim. Begitu pula setelah pemakaman dan sebelum tidur. "Paling kangen itu sama anak. Biasanya kami VC sebelum pemakaman. Pasti cari spot (tempat) masing-masing," ucap Nusa.
Untuk pulang ke rumah, sebenarnya bisa dilakukan. Namun, harus ada perhitungan. Setidaknya setelah melakukan pemakaman tim evakuasi harus menunggu selama 5–7 hari. Itu harus dalam kondisi sehat. Jika ada flu, pulang untuk melepas kangen harus ditunda.
"Kalau merasa sehat, sudah berjemur, rajin mandi dan bersih, ya sudah merasa aman. Tapi kalau sudah sering pemakaman ya enggak pulang. Padahal kalau pulang dekat aja, tapi lebih baik safety. Jangan sampai keluarga dan orang luar terpapar," tutup Aloes. (*/dad/dra/k8)