PSBB Buat IHSG Anjlok

- Jumat, 11 September 2020 | 12:15 WIB
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta yang dimulai pekan depan memukul aktivitas pasar saham. Kemarin (10/9), indeks harga saham gabungan (IHSG) terjun bebas. Begitu pula rupiah yang ikut melemah terhadap US Dollar.
Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta yang dimulai pekan depan memukul aktivitas pasar saham. Kemarin (10/9), indeks harga saham gabungan (IHSG) terjun bebas. Begitu pula rupiah yang ikut melemah terhadap US Dollar.

JAKARTA - Kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) DKI Jakarta yang dimulai pekan depan memukul aktivitas pasar saham. Kemarin (10/9), indeks harga saham gabungan (IHSG) terjun bebas. Begitu pula rupiah yang ikut melemah terhadap US Dollar. 

Penurunan tajam pasar saham terpantau pukul 10.36. Saat itu IHSG terkoreksi 5 persen ke level 4.891,88. Perdagangan saham di BEI kemudian dihentikan sementara (trading halt) selama 30 menit. 

Itu sesuai dengan Surat Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tentang perubahan panduan penanganan kelangsungan perdagangan. Dalam kondisi darurat (koreksi lebih dari 5 persen dalam sehari), maka BEI terpaksa melakukan trading halt.

 Hingga sore, IHSG anjlok 5,01 persen atau 257 poin di posisi 4.891,46 pukul 14.50. 10 menit sebelum penutupan. Terpaksa, BEI menghentikan perdagangan pasar saham lebih cepat. Tercatat, perdagangan saham ditransaksikan 723.174 kali dengan nilai Rp 10,2 triliun. Sebanyak 50 saham naik dan 444 saham tersungkur. Sisanya, 97 saham bergerak stagnan. 

Analis pasar modal Hans Kwee mengatakan, pemberlakuan PSBB kembali oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta merupakan sentimen yang negatif sekali bagi pasar saham. Mengingat, kebijakan tersebut menekan ekonomi, mematikan banyak sekali sektor bisnis, serta tidak sedikit masyarakat yang kehilangan pekerjaan. 

Menurut dia, perdagangan saham dalam tren membaik hingga pekan lalu sejak 24 Maret lalu (di level 3.937,63). Dengan ekspektasi perekonomian mampu pulih dalam V shape, harapan penemuan vaksin, hingga new normal. “Tapi begitu PSBB akan diterapkan lagi, berarti seluruh harapan tadi hilang di pasar. Tentu ini menyebabkan pasar terkoreksi turun ke bawah,” kata Hans kepada Jawa Pos. 

Hans memperkirakan, tren penurunan masih akan berlanjut hari ini. Ditambah, tren kasus Covid-19 harian yang terus bertambah. Bahkan menciptakan rekor dengan tambahan 3.861 kasus kemarin. “Dengan support di level 4.700. Jika PSBB selesai lebih cepat, penurunannya tidak akan sedalam Maret,” imbuh Direktur Anugerah Mega Investama itu. 

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, PSBB merupakan keputusan yang sulit, tapi harus diambil. Karena prioritas penanganan kesehatan sudah mendesak. Eksperimen pemerintah dalam pelonggaran PSBB terbukti gagal membangkitkan gairah belanja masyarakat. 

Harus ada disiplin yang ketat. Ketika kurva pandemi mulai turun, baru dibuka kembali. Pengendalian persebaran Covid-19 tentu akan membuat masyarakat percaya diri untuk kembali belanja. Ritel dan industri perlahan akan kembali bergairah. Khususnya di kuartal IV 2020 atau paling lama kuartal I 2021. 

”Memang akan ada efek jangka pendek is ok. Tapi pemulihan ekonomi bisa lebih cepat daripada (PSBB) dilonggarin terus dan kasus positif semakin naik,” ucap Bhima. 

Dia mendorong agar pemerintah mempercepat realisasi stimulus kesehatan. Sebab, selama masa transisi, pemerintah cenderung abai. Lebih mementingkan pemulihan krisis ekonomi daripada sisi kesehatan yakni penanganan virusnya. 

Dengan terpilihnya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir sebagai Ketua Pelaksana Satgas Penanganan Covid-19 menjadi bukti tendensi pemerintah memilih menyelamatkan ekonomi. "Terlihat jelas ya. Dan ternyata itu blunder juga untuk pemulihan ekonomi ketika masalah fundamentalnya adalah kesehatan tidak ditangani serius," tegas alumnus Universitas Gadjah Mada itu. 

Alhasil, alokasi anggaran program pemulihan ekonomi nasional (PEN) keliru. "Stimulus kesehatan cuma 12 persen. Kalah dibandingkan suntikan dunia usaha mendapat 24 persen dari total Rp 695 triliun," imbuhnya. (han)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X