JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) saat ini sedang menggodok rancangan Peraturan Menteri Agama (PMA) terbaru tentang penyelenggaraan umrah. Ada sejumlah klausul yang sedang disiapkan. Di antaranya, penghapusan harga acuan atau minimal umrah yang selama ini dipatok Rp 20 juta per jamaah.
Dalam membahas rancangan PMA tentang umrah tersebut, Kemenag melibatkan sejumlah pihak. Di antaranya, asosiasi travel atau Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). “Belum (terbit). Masih dalam proses di biro hukum (Kemenag) untuk menyusun kalimat-kalimatnya,” kata Ketua Umum Sarikat Penyelenggara Umrah Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi kemarin (10/9).
Dia menyebut ada sejumlah ketentuan baru yang nantinya diatur di dalam PMA tentang umrah. Di antaranya soal harga acuan umrah yang selama ini dipatok minimal Rp 20 juta per orang. Dengan adanya harga acuan itu, paket umrah yang dijual travel resmi tidak boleh di bawah Rp 20 juta per orang. Jika terpaksa ada yang menjual di bawah Rp 20 juta per orang, harus melapor ke Kemenag.
Syam menjelaskan, ada sejumlah alasan ketentuan harga acuan itu dihilangkan. “(Harga paket umrah) dibebaskan karena masyarakat sudah tahu tidak mungkin harga akan murah dalam kondisi pandemi,” kata dia. Syam menyambut baik dihapuskannya harga acuan itu. Sehingga ke depan harga paket umrah benar-benar ditentukan oleh permintaan pasar.
Seperti diketahui, harga acuan umrah itu dibuat oleh Kemenag setelah ada mega kasus penipuan umrah yang dilakukan oleh First Travel (FT), Abu Tour, dan lainnya. Uang pendaftaran umrah yang mencapai ratusan miliar milik jamaah raib karena salah kelola oleh manajemen travel itu.
Kemudian Syam mengatakan, ketentuan setoran minimal Rp 10 juta ke bank untuk mendapatkan nomor porsi umrah juga dihapus. Intinya dia mengatakan PMA tentang umrah yang baru nanti tidak ada lagi unsur yang memberatkan penyelenggara umrah. Tetapi tetap melindungi kepentingan jamaah umrah.
Selain itu, Syam mengomentari upaya Kemenag menyusun protokol kesehatan dalam penyelenggaraan umrah pada masa pandemi Covid-19. Dia mengatakan, jika nanti jamaah umrah wajib karantina 14 hari terlebih dahulu, sudah bisa dipastikan masyarakat tidak akan mau umrah.
“Masyarakat lebih memilih umrah menunggu situasi normal,” ucapnya. Karantina 14 hari sebelum umrah, baik itu dilakukan di Indonesia atau di Arab Saudi, dinilai akan memberatkan jamaah. Selain menambah masa perjalanan umrah, juga membuat biaya umrah membengkak.
Terkait perubahan itu, jajaran Kemenag belum bersedia memberikan respons. Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kemenag Arfi Hatim saat dikonfirmasi mengaku masih repot. (wan/JPG/rom/k16)