CATAT YA..!! Kalau Kotak Kosong yang Menang, Daerah Tak Rugi

- Kamis, 10 September 2020 | 06:00 WIB
ilustrasi
ilustrasi

Hadirnya calon tunggal pada Pilkada Serentak 2020 memunculkan tanda tanya. Apakah memang pilihan masyarakat atau hanya merefleksikan kepentingan elite parpol.

 

SAMARINDAPilkada Serentak 2020 di Balikpapan dan Kutai Kartanegara (Kukar) dibayang-bayangi akan digelar dengan calon tunggal. Ini bisa terjadi jika pendaftaran ulang yang dibuka KPU pada 11–13 September, tak menghadirkan pesaing lain yang unjuk gigi melawan bapaslon yang sudah ada. Rahmat Mas’ud-Thohari Aziz di Balikpapan dan Edi Damansyah-Rendi Solihin di Kukar.

Kendati demikian, peluang munculnya pesaing lain muskil terjadi. Mengingat, jumlah kursi yang tersisa untuk menghadirkan kompetitor lain tak mampu memenuhi ambang batas minimal 20 persen keterwakilan di DPRD. Dari 45 kursi parlemen di dua daerah itu, kedua bapaslon sama-sama diusung gabungan parpol yang teramat “gemuk”, yakni 40 kursi. Menyisakan 5 kursi yang belum menentukan sikap dan sudah pasti tak mungkin berlaga. Karena syarat minimal 20 persen atau 9 kursi tak terpenuhi.

Syarat ini jadi salah satu faktor yang bisa menyajikan calon tunggal untuk dipilih masyarakat ketika pemungutan suara Desember nanti. “Sebenarnya banyak faktor. Tapi, syarat ini membuat tak semua parpol bisa mengusung dan perlu penggabungan partai yang ada,” ungkap Titi Anggraini, anggota Dewan Pembina Perkumpulan Pemilu dan Demokrasi (Perludem) kepada Kaltim Post, (8/9). Berkoalisi dan menyatukan visi justru kian berat dengan rumor yang ajek berseliweran ketika pilkada tiba.

Yakni, adanya mahar politik dalam pengusungan. Setidaknya, dalam catatannya, ada empat faktor lain selain ambang batas pencalonan tersebut. Kaderisasi partai yang tak maksimal jadi faktor kedua yang membuat potensi calon tunggal tumbuh subur. Rekrutmen yang cenderung pada masa injury time hingga tak menyiapkan basis kaderisasi yang matang. Selama ini yang jadi andalan itu kader yang duduk di legislatif.

Setelah putusan MK untuk anggota dewan yang maju pilkada harus mundur, membuat partai berpikir dua kali. “Akhirnya ada hitung-hitungan peluang keterpilihannya seperti apa. Jika rendah pasti mundur teratur,” lanjutnya. Pragmatisme parpol dalam menyongsong pilkada juga jadi penyebab lain. Semua parpol sudah memasang target kemenangan sedari awal.

Bukan menumbuhsuburkan demokrasi dengan nilai kompetitif yang sehat. Terlebih, ketika kembali berlaganya, petahana membuat partai memilih mengambil langkah berkoalisi. Hal ini tentu dengan pertimbangan adanya insentif dari dukungan yang diberikan dan beban kerja yang lebih ringan. Menukil data Perludem, sepanjang 2015–2018, ada 28 calon tunggal yang berlaga dalam pilkada se-Indonesia.

“Mayoritas menang. Hanya di Makassar pada 2018 lalu saja yang kalah. Sehingga bisa terlihat parpol lebih memilih memborong dukungan kandidat agar menang mudah tanpa harus bertaruh dengan paslon lain,” jelasnya. Bertopang asa kepada calon yang maju dilajur perseorangan atas sikap partai yang seperti itu, sebut dia, berat terjadi. Karena keberadaan calon perseorangan sebagai penyeimbang pun tidak mudah terjadi.

Di tengah cap pilkada mahal, ada syarat memenuhi dukungan 6,5–10 persen dari jumlah pemilih terakhir yang harus dikantongi agar bisa maju dari jalur ini. Munculnya pendaftar pada masa perpanjangan, sebut Titi, memiliki stigma yang begitu jelas. Yakni, menghadirkan calon boneka agar memuluskan langkah memenangi pemilu.

Dari data Perludem itu pula, pilkada dengan calon tunggal justru menyajikan pendaftaran ulang dengan dua opsi. Menyabet bersih kursi dukungan itu atau membiarkan pendaftaran sepi hingga ditutup. “Jika tiba-tiba menggeser dukungan yang sudah ada. Stigma calon boneka melekat ke kompetitor tersebut,” katanya. Keberadaan calon tunggal merupakan konsekuensi dalam berdemokrasi di Indonesia. Ketika partai tak bisa menawarkan calon yang berkompeten memimpin, keberadaannya sah dan dilindungi undang-undang.

 Kolom kosong yang bersanding dengan calon tunggal dalam surat suara saat pencoblosan nanti, mestinya bisa jadi posisi tawar masyarakat atas pilihan yang disajikan parpol dalam proses pencarian kepala daerah. “Karena bisa jadi tolok ukur seperti apa demokrasi yang berjalan. Apakah calon tunggal itu memang pilihan masyarakat atau hanya merefleksikan kepentingan elite parpol,” tegasnya.

Disinggung soal kerugian bagi daerah yang harus mengulang pilkada jika akhirnya kotak kosong menang pada hari pencoblosan, Titi menilai, ada pemahaman yang keliru terhadap hal tersebut. “Tujuannya mencari pemimpin yang terbaik, jelas bukan sebuah kerugian. Ekspresi konstitusional warga justru berjalan maksimal karena ada perlawan jelas. Apalagi wargalah yang merasakan pola kepemimpinannya nanti,” paparnya.

Nah, keberadaan kolom kosong itu jadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemilu. Penyelenggara perlu memantik masyarakat dapat hadir ke bilik suara menggunakan suaranya, ketika disajikan calon tunggal bersanding kolom kosong. Menekan apatisme masyarakat untuk mengekspresikan pilihannya. Keberadaan kolom kosong pun kian mempermudah masyarakat mengekspresikan pilihannya ketimbang bersikap golput yang sukar ditakar.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X