“Putusan Gugatan Tumpahan Minyak Hanya Seremonial”

- Selasa, 8 September 2020 | 11:39 WIB
Kejadian kebakaran di kapal Ever Judger di Teluk Balikpapan yang juga menyertakan tumpahan minyak
Kejadian kebakaran di kapal Ever Judger di Teluk Balikpapan yang juga menyertakan tumpahan minyak

BALIKPAPAN–Gugatan warga sipil atau citizen law suit (CLS) terhadap kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan kembali bergulir. Selaku penggugat, Koalisi Masyarakat Peduli Tumpahan Minyak Teluk Balikpapan (Kompak), resmi mengajukan banding terhadap kasus pencemaran lingkungan yang terjadi pada 31 Maret 2018 itu.

Sebelumnya, pada 18 Agustus 2020, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) yang diketuai Ikhwan Hendrato dengan hakim anggota Agnes Hari Nugraheni dan Arif Wisaksono, memutuskan mengabulkan gugatan untuk sebagian yang diajukan Kompak. Ada enam tergugat dalam perkara ini. Tergugat I; Pemprov Kaltim dalam hal ini gubernur Kaltim. Tergugat II; Pemkab PPU dalam hal ini bupati PPU, tergugat III; Pemkot Balikpapan dalam hal ini wali Kota Balikpapan, tergugat IV; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam hal ini Menteri LHK.

Tergugat V; Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dalam hal ini Menteri Perhubungan (Menhub), dan tergugat IV; Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam hal ini menteri Kelautan dan Perikanan (KP).

Dalam gugatan itu, majelis hakim menyatakan para tergugat telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hakim lalu memerintahkan para tergugat untuk membuat regulasi seperti yang diajukan dalam pokok materi gugatan. 

“Dari putusan tersebut hanya memberikan ruang kepada pemerintah untuk membuat regulasi mengenai tindakan yang akan diambil, jika kejadian serupa terulang kembali di kemudian hari. Padahal, sudah ada aturan yang menerangkan jika ada kerusakan lingkungan, pemerintah harus hadir untuk membela masyarakat,” kata Buyung Marajo, koordinator Pokja 30 yang tergabung dalam Kompak saat konferensi pers daring, Senin (7/9). 

Untuk diketahui, isi putusan CLS untuk masing-masing tergugat adalah memerintahkan tergugat I untuk melanjutkan membuat Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Kaltim. Kemudian memastikan alokasi wilayah tangkap nelayan tradisional di wilayah perairan Penajam Paser Utara (PPU) dan Balikpapan.

Poin lain, memerintahkan tergugat I dan tergugat III untuk membuat Perda Sistem Informasi Lingkungan Hidup (SILH). Yang merupakan mandat dari Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). Beleid ini mencakup sistem peringatan dini untuk mengantisipasi kejadian-kejadian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Yang berpotensi terjadi pada masa yang akan datang.

Kemudian, memerintahkan tergugat II untuk melanjutkan upaya membuat Perda SILH. Di dalamnya, mencakup sistem peringatan dini untuk mengantisipasi kejadian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup pada masa yang akan datang. Lalu memerintahkan tergugat IV untuk menerbitkan Peraturan Menteri (Permen) SILH. Yang di dalamnya, mencakup sistem peringatan dini terhadap kejadian-kejadian yang dapat merusak dan/atau mencemari lingkungan hidup.

Sedangkan tergugat IV, diminta untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) mengenai penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan fungsi lingkungan hidup. Selain itu, hakim memerintahkan tergugat V untuk menyusun prosedur penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di laut. Semacam (protap) tier 3.

“Putusan kemarin memberikan ruang kepada pemerintah untuk membuat aturan. Padahal, ruang itu adalah suatu kewajiban untuk menjaga masyarakat dan lingkungannya. Jika diberikan kepada pemerintah, sama saja putusan itu hanya seremonial semata,” katanya. Sementara itu, Dinamisator Jatam Kaltim Pradarma Rupang yang juga tergabung dalam Kompak menambahkan, narasi yang disampaikan majelis hakim dalam putusan itu masih bias.

Padahal, pokok gugatan yang krusial yang seharusnya dikabulkan, justru tidak ditolak. Sehingga pihaknya, sangat menyayangkan isi putusan tersebut. “Secara tegas, kami memutuskan untuk banding atas putusan majelis yang kami dinilai belum memenuhi dari keseluruhan gugatan yang dilayangkan. Dalam 17 petitum yang diajukan beberapa poin yang dianggap krusial tidak dikabulkan. Bahkan ada yang sifatnya kabur,” ungkap dia.

Penasihat hukum Kompak, Fathul Huda Wiyashadi, melanjutkan upaya hukum banding disampaikan pada saat-saat terakhir. Para pihak diberikan waktu selama 14 hari sejak putusan dibacakan pada 18 Agustus 2020 untuk menentukan sikap. ”Kami ajukan (pendaftaran) banding, Selasa (1/9) sore. Berbarengan dengan pengajuan banding tergugat IV (menteri LHK) dan tergugat V (menhub),” kata dia.

Dia menuturkan, masih menyusun memori banding untuk disampaikan ke PN Balikpapan. Menurut dia, memori banding merupakan uraian atau risalah yang disusun oleh pemohon banding. Yang memuat tanggapan terhadap sebagian maupun seluruh pemeriksaan dan putusan yang dijatuhkan pengadilan tingkat pertama. “Memori banding masih kami susun. Nanti pada saat kami antarkan, akan kami informasikan. Supaya masyarakat mengetahui, kami tidak hanya mengatakan banding. Tapi, juga akan mengirim memori bandingnya,” tandas dia. (kip/riz/k8)

 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X