Evaluasi Pemerintah pada Hari Pelanggan Nasional, Tren Bergeser, Konsumen Perlu Perlindungan

- Senin, 7 September 2020 | 14:22 WIB
COCOK TIDAK?: Pengunjung Tunjungan Plaza mencoba beberapa jam tangan di salah satu gerai yang memasang tulisan sale akhir pekan lalu. Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos
COCOK TIDAK?: Pengunjung Tunjungan Plaza mencoba beberapa jam tangan di salah satu gerai yang memasang tulisan sale akhir pekan lalu. Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos

Hari Pelanggan Nasional jatuh pada 4 September. Pemerintah memanfaatkannya untuk mengevaluasi pelayanan terhadap pelanggan Indonesia. Edukasi dan perlindungan terhadap masyarakat sebagai konsumen perlu terus ditingkatkan.

 

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto mengatakan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah berlaku selama dua dekade. Para praktiknya, ada banyak kelemahan yang perlu diperbaiki. Itu ditandai dengan indeks keberdayaan konsumen (IKK) Indonesia yang tercatat 41,7 atau berada pada level mampu.

Menurut Agus, arti IKK itu adalah konsumen Indonesia sudah mengenali hak dan kewajibannya dengan baik, serta mampu menentukan pilihan konsumsinya. Namun, mereka belum aktif memperjuangkan hak-haknya sebagai konsumen. ”IKK yang masih rendah ini tergambar dalam perilaku konsumen Indonesia yang masih enggan komplain apabila terjadi permasalahan,” ujarnya Jumat lalu (4/9).

Dia menambahkan bahwa IKK merupakan salah satu parameter untuk mengukur tingkat keberanian konsumen dalam memperjuangkan hak-haknya. Karena itulah, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menarget IKK tahun ini meningkat. ”Pada 2020 ini Kemendag menargetkan IKK meningkat sekurang-kurangnya pada angka 42,” jelas Agus.

Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan bahwa perlindungan terhadap konsumen sangat penting. Apalagi pada masa pandemi seperti sekarang. Dia membeberkan bahwa pengaduan konsumen melonjak. Pengaduan yang paling banyak terkait harga masker dan hand sanitizer.

”Aduan masker dan hand sanitizer ini terkait harga yang mahal dan kelangkaan barang,” terang Tulus.

Dia menegaskan bahwa pandemi Covid-19 berdampak pada pergeseran perilaku belanja masyarakat. Kini, konsumen cenderung memilih berbelanja daring, bukan lagi konvensional. ”Kondisi itu rawan dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Maka, pengawasan tidak boleh kendur,” tambahnya.

Isu kedua terkait relaksasi sektor jasa finansial. Menurut Tulus, pada awal pandemi, Presiden Joko Widodo sudah menjanjikan relaksasi debitor jasa finansial termasuk leasing. Pada praktiknya, banyak konsumen yang kecewa karena proses relaksasi tidak mudah. Persyaratannya juga sangat rumit.

Karena itu, YLKI pun mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK), perbankan, dan operator transportasi daring untuk membuat kriteria yang jelas dan transparan.

Aduan yang lain juga terkait dengan sulitnya refund tiket seperti moda transportasi dan hotel. Menurut Tulus, ketika pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan, banyak konsumen yang sudah memesan tiket transportasi dan hotel. ”Mereka kesulitan melakukan refund. Bahkan, refund diganti dengan voucher atau penjadwalan ulang, bukan uang tunai,” bebernya.

Topik tagihan listrik juga tidak luput dari keluhan pelanggan. Tarif yang melonjak lebih dari 200 hingga 300 persen disoroti oleh konsumen. Tak ketinggalan, isu rapid test turut menjadi keluhan masyarakat. Isu yang ditemui adalah harga rapid test sangat mahal dan tidak seragam, rapid test dijadikan prasyarat untuk melakukan perjalanan dan aktivitas lainnya, hingga fenomena komersialisasi rapid test. ”Kita minta waktu itu ke pemerintah untuk menentukan harga eceran tertinggi rapid test itu berapa dan harus jelas, jangan sampai ini dijadikan komersialisasi,” ujar Tulus.

YLKI pun berharap Hari Pelanggan Nasional dijadikan momentum bagi pemerintah untuk bisa memberikan perlindungan kepada masyarakat. Menurut Tulus, sudah sepatutnya negara hadir dalam setiap persoalan jual beli yang dirasa tidak seimbang. ”Sebab, konsumen sering kali menjadi pihak yang dirugikan akibat layanan dan fasilitas yang tidak sesuai dengan komitmen awal,” pungkasnya. (agf/c17/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X