Proses perkuliahan sudah berjalan. Namun, mahasiswa masih terbayang-bayang dengan kebijakan pelunasan sumbangan pengembangan institusi (SPI), yang besarannya ditetapkan di masing-masing fakultas.
SAMARINDA–Mahasiswa yang lolos jalur Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMMPTN) dibebankan sumbangan pengembangan institusi (SPI). Di tengah masa pandemi yang membuat perekonomian menurun, biaya SPI ditambah uang kuliah tunggal (UKT), membuat sebagian orangtua mahasiswa harus pontang-panting mencari uang untuk pendidikan anaknya.
Biaya SPI tak sedikit. Besarannya mulai Rp 10–250 juta. Namun, itu merupakan kewenangan dekan di setiap fakultas yang menerapkan sistem SPI. Beberapa mahasiswa yang tercekik biaya tersebut meminta keringanan didampingi orangtuanya. Menghadap pihak fakultas yang membebankan biaya SPI.
Besarnya biaya untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi negeri (PTN) menarik perhatian Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian. Menurut dia, meski dalam Permenristekdikti 36/2017 menerangkan PTN dapat memungut uang pangkal atau pungutan
lain selain UKT dari mahasiswa, universitas juga harus bijaksana dalam menerapkan biaya kuliah. Terutama pada masa Covid-19. "Memang secara peraturan tidak melanggar. Namun, sebaiknya universitas peka agar jangan sampai ada anak yang mundur karena masalah biaya," ungkapnya, (2/8).
Soal operasional universitas yang tinggi, Hetifah memaklumi jika sangat dibutuhkan dan harus tetap berjalan. Namun, untuk biaya yang dibebankan ke mahasiswa, harus diperhatikan agar tidak membebani satu pihak. "Harus imbang," imbuhnya. Soal keringanan, perempuan yang berada di fraksi Golkar itu menyebut harus ada pembicaraan lebih lanjut antara kampus dan mahasiswa yang keberatan biaya kuliah. Jika dimungkinkan, bisa menerapkan subsidi silang antara mahasiswa yang mampu dan tidak. "Jadi membayarnya bisa sesuai kemampuan," tegasnya.
Sebelumnya, Wakil Rektor Universitas Mulawarman (Unmul) Bidang Umum, Sumber Daya Manusia, dan Keuangan, Abdunnur menerangkan, dalam Permenristekdikti 36/2017, perguruan tinggi bisa menetapkan SPI untuk meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan. Untuk besaran biayanya diserahkan sepenuhnya ke masing-masing fakultas yang mengajukan ke Unmul. "Jadi, rektor memberikan keleluasaan. Dan kebijakan itu untuk dipergunakan secara langsung sebagai sarana dan prasarana pembelajaran. Tidak ada dipotong universitas kok," ucapnya.
Meski besaran biaya SPI diketahui Rektor Unmul Masjaya yang telah membubuhkan tanda tangannya, lengkap dengan stempel universitas, keringanan tetap diserahkan ke pimpinan fakultas. Rektorat tidak membuat pedoman keringanan SPI. "Berbeda dengan UKT, keringanan itu kan ada pedoman. Tapi kalau SPI tidak. UKT ditetapkan menteri, kalau SPI kewenangan dan SK-nya ditetapkan rektor," imbuhnya.
Untuk keringanan bergantung dari kebijakan dekan fakultas. Bisa berupa mencicil atau pemotongan SPI. "Kalau dibuatkan secara formal kan bisa mengganggu sistem di Unmul, silakan ajukan permohonan disertai menunjukkan benar tidak mampu," terangnya.
Dia menerangkan, para maba yang belum membayar SPI tidak perlu cemas tidak bisa kuliah. Tenggat waktu yang dimaksud itu untuk pembayaran UKT. "Jadi kalau SPI tidak ada hubungannya, anak-anak masih bisa kuliah, nanti bisa dikomunikasikan," jelasnya. (*/dad/dra/k8)