Ide Dibebaskan, tapi Harus Gambarkan Dinamika Masyarakat Jogja

- Sabtu, 29 Agustus 2020 | 11:53 WIB
Budi Tobon
Budi Tobon

Tiap tahun rata-rata tujuh sineas mendapatkan danais untuk membiayai film pendek mereka. Pembelanjaan dana itu harus dilakukan di Jogjakarta.

 

SHAFA NADIA, Jogjakarta, Jawa Pos

 

BUKALAH YouTube, Anda akan menemukan betapa banyak ’’kawan-kawan” Tilik di sana. Film-film pendek besutan para sineas Jogjakarta dan ber-setting di sekitar Kota Gudeg itu pula.

Happy Family, Jogja Kembali, Jamu: Warisan Antar Generasi Perempuan, serta Nini Thowong adalah sejumlah contoh. Dan, peran besar dana istimewa (danais) harus disebut di tengah terciptanya atmosfer kondusif itu.

’’Animo masyarakat sangat tinggi. Tahun lalu kami menerima 150 proposal (pembuatan film) dan tahun ini sudah 50 yang masuk meski penutupan baru dua bulan lagi,” kata Kepala Seksi Bahasa dan Sastra Dinas Kebudayaan DIJ (Daerah Istimewa Jogjakarta) Sri Eka Kusumaning Ayu kepada Jawa Pos.

Sejak UU Keistimewaan disahkan pada 2012, Jogjakarta mendapatkan dana istimewa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pemerintah pusat. Salah satu aliran dana tersebut diperuntukkan kemajuan industri film pendek Jogjakarta melalui dinas kebudayaan.

Dalam tahap proposal, para pengajunya menyampaikan gagasan-gagasan pokok. Yang berhak lolos ke tahap presentasi adalah sutradara atau produser yang memiliki gagasan kuat.

Presentasi pun dilakukan secara terbuka di hadapan awak media dan para peserta lain. Dengan begitu, tidak ada kesempatan untuk kongkalikong antara kurator dan peserta. ’’Urgensinya lima kuota judul film, tapi yang kami loloskan tujuh setiap tahun,’’ ucap salah seorang kurator, Senoaji Julius, ketika ditemui Jawa Pos di kediamannya di Jogjakarta Sabtu lalu (22/8).

Awalnya, pada 2013, ada tujuh judul film yang berhasil mendapatkan danais, tapi masih melalui sistem penunjukan langsung oleh dinas kebudayaan (disbud).

Nah, dari tujuh rumah produksi itu, diambillah lima orang yang ditunjuk sebagai kurator dengan bidang masing-masing. Di antaranya, perwakilan akademisi dan budayawan.

Mereka bertugas mengurasi judul film yang cocok didanai danais. Sebab, menurut Seno, sapaan akrab Senoaji Julius, bila hanya pihak disbud yang menentukan, khawatir film yang diproduksi melandai dan terkesan itu-itu saja.

’’Kalau ada kurator kan ada unsur budayawan, filmmaker, dan lainnya. Jadi beragam,’’ katanya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X