Di Kaltim, Tiga Paslon Independen Panaskan Pilkada

- Senin, 24 Agustus 2020 | 16:00 WIB
-ilustrasi
-ilustrasi

Kandidat jalur perseorangan punya sejarah yang cukup baik dalam dinamika politik di Kaltim. Ini bisa dilihat dalam Pilkada 2015 lalu di Kutai Kartanegara (Kukar). Rita Widyasari-Edy Damansyah keluar sebagai jawara lewat jalur ini.

 

 

SAMARINDA-Pilkada Serentak 2020 di sembilan kabupaten/kota se-Kaltim bakal dihuni kandidat dari jalur perseorangan. Tiga pasangan berhasil lolos untuk mendaftar jadi petarung dijalur nonpartai. Mereka; Zairin Zain-Sarwono di Samarinda, Paser dengan Tony Budi Hartono-Aji Sayid Fathur Rahman, dan Martinus Herman Kenton-Abdul Aziz di Kutai Barat (Kubar).

Ketiga pasangan ini akan beradu kuat berebut digdaya memenangkan pemilihan melawan pasangan yang maju lewat jalur parpol. Soal kans, menurut pengamat politik dari Universitas Mulawarman (Unmul) Lutfi Wahyudi, jalur perseorangan memiliki peluang yang sama dengan jalur parpol. Desain Undang-Undang (UU) Pilkada, sambung Lutfi, memang menyediakan jalur yang mengakomodasi kejenuhan masyarakat akan figur yang diusung parpol, sehingga potensi pemilih abstain bisa ditekan.

“Pilkada ini pertarungan figur. Menang atau tidak, enggak mutlak harus jalur partai,” ungkapnya kemarin (23/8). Berhasil lolos dari syarat jalur perseorangan dengan mengantongi jumlah dukungan sesuai ambang batas yang ditentukan penyelenggara pemilu memang jadi bekal. Namun, bekal itu masih sangat rapuh. Perlu modal politik yang teramat mumpuni lewat kanal ini. Modal itu tak semata soal cuan, adapula soal kharismatik hingga kekuatan jaringan formal dan informal.

“Kalau di generasi milenial itu sebutnya banyak follower. Ini juga jadi bekal penting,” sambungnya.

Kekuatan figur, popularitas, hingga elektabilitas benar-benar jadi pengaruh untuk jalur perseorangan. Memang tiga poin di atas tetap berlaku untuk jalur partai. Namun, dari jalur puak, ada pembagian kerja dengan mesin politiknya. Frekuensi yang sama dengan masyarakat sangat menentukan. Jika frekuensi sama jelas unggul. Figur yang maju dari jalur perseorangan perlu berjalan dalam track yang diinginkan masyarakat. “Jalur dan frekuensi jelas, maka figur ini jelas punya perlawanan yang cukup keras,” sebutnya.

Zairin Zain-Sarwono dinilai yang paling cukup berat melangkah. Pasalnya, dinamika politik di Kaltim, hanya Samarinda yang terbilang sangat dinamis. Di beberapa daerah lain, dinamika politik justru bisa dikatakan tak begitu terjal bahkan juga monoton. Seperti di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kota Balikpapan, berpeluang hanya diikuti satu pasangan calon yang akan melawan kotak kosong. Itu karena partai politik pemilik kursi di DPRD ramai-ramai mengusung calon petahana.

“Daerah lain lebih tertib dalam dinamika politik. Tidak terjal. Di Samarinda justru lebih agraris. Lebih plural,” nilainya. Kandidat jalur perseorangan punya sejarah yang cukup baik dalam dinamika politik di Kaltim.

Ini bisa dilihat dalam Pilkada 2015 lalu di Kutai Kartanegara (Kukar). Rita Widyasari-Edy Damansyah keluar sebagai jawara lewat jalur ini. Padahal, kala itu, Rita jadi pemegang tongkat komando Golkar Kaltim. Lewat jalur ini, plus hadirnya beberapa parpol sebagai pendukung, Rita-Edy berhasil meraup suara di atas 70 persen. Menurut dia, Rita punya bekal besar karena nama megah ayahnya, almarhum Syaukani Hasan Rais atau yang sering disapa Pak Kaning.

Di Kota Raja, elektabilitas Kaning tak perlu diragukan. Sejak dia masih berstatus guru hingga jadi penguasa di Kukar, semua tahu betapa besar ketokohannya. Praktik klientilistik yang mempatronase pemilih melihat berdasarkan seberapa pengaruh kecakapan figur menjadi begitu perkasa di Kukar. Seberapa besar hubungan transaksional figur dalam bentuk kebijakan yang berkelanjutan pro-rakyat kala itu jadi penentu. Tak melihat apa yang terjadi sesungguhnya.

“Nah, Rita memanfaatkan kapsul waktu yang ditanam almarhum Pak Kaning dengan sangat bagus. Semua tahu Pak Kaning ini baik, diasumsikan anaknya pasti seperti itu juga,” ulasnya. Sejauh ini, menurut dia, baru Hadi Mulyadi, wakil gubernur Kaltim yang punya peluang menciptakan praktik klientelistik ini. Dikenal sebagai ustaz serta punya pengikut yang militan dan merakyat. “Baru memulai. Belum semegah Kaning,” sambungnya.

Kedekatan Hadi dengan Zairin Zain-Sarwono sudah sangat jelas terlihat. Terlebih Sarwono dan Hadi dari partai yang sama, Gelora. Jelas membuka peluang perlawanan sengit yang diberikan bacalon perseorangan ini. “Klientelistik ini bukan sekadar uang. Ia menyajikan figur yang dibutuhkan pemilih itu seperti apa. Bisa saja pemilih Isran-Hadi dalam Pilgub Kaltim menjatuhkan suara ke paslon ini,” tegasnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X