SAMARINDA–Nominal Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kaltim 2021 sepertinya tak begitu menggembirakan. Adanya pandemi Covid-19 yang dimulai sejak Maret lalu membuat perekonomian lesu dan berdampak pada postur keuangan Pemprov Kaltim. Ekonomi yang lesu turut berdampak pada pendapatan asli daerah (PAD) dan dana bagi hasil (DBH).
Anggota Komisi III DPRD Kaltim Syafruddin mengatakan, APBD Kaltim pada tahun depan diperkirakan turun menjadi sekitar Rp 9 triliun. Padahal, APBD murni pada 2020 Kaltim di angka Rp 11,78 triliun. Syafruddin melanjutkan, prediksi ini belum disampaikan resmi tertulis. Tetapi baru secara lisan. "Pasalnya, ada dua sektor pendapatan yang menurun. Pertama adalah dana bagi hasil kemudian pendapatan asli daerah," kata dia.
Lanjut politikus PKB itu, faktor melorotnya nominal APBD tahun depan masih belum pasti. Tetapi sudah bisa dibaca, seperti adanya penurunan produksi sumber daya alam (SDA) yang jadi tulang punggung ekonomi Kaltim selama ini. Yakni di sektor minyak dan gas serta batu bara.
Menurutnya, lesunya aktivitas pertambangan beberapa bulan terakhir bakal berdampak pada penurunan pendapatan dari DBH. "Nah, DBH kita punya sumber peraturan menteri keuangan (PMK). Nanti keliatan jatah Kaltim dari berbagai sektor. Misal dari pajak sumber daya alam atau pajak lainnya sekian. Sebentar lagi akan keluar kok PMK ini. Mungkin akhir Agustus atau September ini," sambungnya.
Kemudian penurunan yang kedua disumbangkan PAD yang lepas target. "Selama ini, objek andalan penyumbang PAD adalah pajak alat berat, pajak BBM, dan pajak kendaraan bermotor. Karena pandemi ini bisa juga orang jadi malas bayar pajak. Sektor ini yang menurunkan pendapatan dan APBD di 2021 ini," jelas lelaki berdarah Bima itu. Dia menambahkan, memang di Komisi III DPRD Kaltim tidak bersentuhan langsung dengan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Namun, sebagai anggota DPRD, dia juga terus mendorong agar ada akselerasi atau penciptaan baru oleh Bapenda untuk meningkatkan pendapatannya.
"Saya sih selalu mendorong agar kendaraan-kendaraan yang berpelat luar Kaltim bisa diperketat. Karena logikanya begini, mereka berkontribusi terhadap polusi di Bumi Kalimantan Timur juga berkontribusi terhadap penurunan kualitas jalan, tetapi mereka bayar pajaknya di luar Kaltim di Surabaya atau di Jakarta. Nah, logika ini yang selalu kami sampaikan ke Bapenda, agar Bapenda sedikit lebih ketat terhadap kendaraan-kendaraan yang berpelat luar Kaltim," tegas lelaki yang akrab disapa Udin itu.
Meski anggaran diprediksi bakal lebih rendah, alokasi dana untuk penanganan Covid-19 diyakini tetap ada pada tahun depan. "Kita secara konsisten mengalokasikan anggaran untuk Covid-19 ini. Kalau seandainya Covid-19 berlalu atau sudah berakhir, dana ya akan kembali lagi ke kas daerah. Jadikan mata pendapatan di sektor silpa," ujarnya.
Adanya penurunan anggaran tersebut tentu akan berdampak pada program-program di Kaltim. Disebut Udin, program-program yang biasanya terkena perampingan akibat penurunan anggaran ini adalah belanja perjalanan dinas atau belanja rutin seremonial. Ini yang akan ditekan.
"Apalagi nanti ada perpres (peraturan presiden) tentang perjalanan dinas. Biasa Rp 2,5 juta sehari, jadi Rp 500 ribu. Itu nanti yang akan menekan angka perjalanan dinas, baik dalam-luar daerah ataupun luar negeri. Jadi, itu sektor-sektor yang akan dirampingkan atau diperkecil," katanya.
Sebagai gambaran, tahun ini Pemprov Kaltim mendapat alokasi transfer dari pemerintah pusat sebesar Rp 4,9 triliun. Dana transfer untuk provinsi terdiri dari dana bagi hasil (DBH) pajak Rp 616 miliar, DBH sumber daya alam Rp 1,97 triliun, dana alokasi umum (DAU) Rp 943 miliar, dana alokasi khusus (DAK) fisik Rp 365,3 miliar, DAK nonfisik Rp 1 triliun, ditambah dana insentif daerah Rp 69 miliar.
Sebelumnya Penjabat Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim M Sa'bani mengatakan, saat ini pihaknya masih menghitung kisaran APBD Kaltim untuk 2021. "Kita masih hitung. Sambil menunggu Perpres (peraturan presiden) tentang DBH (dana bagi hasil)," terang Sa'bani. (nyc/riz/k16)