Kurangi Potensi Calon Tunggal, Ambang Batas Pencalonan Cukup 5-10 Persen

- Selasa, 11 Agustus 2020 | 10:40 WIB

JAKARTA– Fenomena calon tunggal yang melawan kotak kosong diprediksi bermunculan di pilkada 2020. Kondisi itu membuat prihatin banyak pihak. Sebab banyaknya calon tunggal menandakan demokrasi yang tidak sehat.

Fraksi PAN di Komisi II DPR mendorong revisi UU Pilkada. Norma yang perlu diatur adalah menurunkan syarat ambang batas pencalonan kepala daerah. Dari saat ini 20 persen kursi di DPRD menjadi 5-10 persen.

"Saya kira 5 sampai 10 persen sudah cukup," kata anggota Fraksi PAN Guspardi Gaus, (10/8). Disampaikan, syarat ambang batas pencalonan di pilkada terlampau tinggi. Itu sebabnya sejumlah calon kesulitan menggalang koalisi dukungan. Apalagi calon dengan sumber daya yang besar berambisi memborong dukungan partai. Nah, dengan menurunkan syarat menjadi 5-10 persen bisa memudahkan partai mencalonkan pasangan. "Kita malu. Masak sih yang menjadi lawan adalah kotak kosong," tegasnya.

Menurut Guspardi, maraknya calon tunggal merupakan preseden buruk dalam kehidupan demokrasi Indonesia. Padahal pilkada, sambung dia, adalah kompetisi untuk mengadu gagasan dan visi-misi menjadi calon kepala daerah. Sehingga maraknya calon tunggal menyebabkan tidak terwujudnya substansi pilkada.

"Karena yang dihadapi kotak yang artinya tidak punya otak. Tidak ada visi dan misi. Padahal kita punya penduduk keempat terbesar di dunia," imbuhnya.

Seperti diketahui, calon tunggal di pilkada 2020 berpotensi muncul di 31 daerah. Terdiri dari 26 kabupaten dan lima kota. Itu sesuai data yang pernah dilansir oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Beberapa daerah yang menunjukkan kecendrungan kuat calon tunggal antara lain Kota Semarang, Kota Surakarta atau Solo, Kebumen, Grobogan, Sragen, Wonosobo, Ngawi, Wonogiri, Kediri, Kabupaten Semarang, Kabupaten Blitar, Banyuwangi, Boyolali, Klaten, Gowa, Sopeng, Pematang Siantar, Balikpapan dan Gunungsitoli.

Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini setuju dengan wacana revisi UU Pilkada. Revisi ke depan harus menjadi pintu masuk untuk mengikis munculnya calon tunggal. "Menurut saya perlu ada terobosan melalui undang-undang yang berkaitan dengan pilkada atau pemilu," kata Titi, kemarin.

Dia bilang, meningkatnya calon tunggal di pilkada tahun ini menandakan gagalnya pendidikan politik yang dilakukan parpol. Selain tidak sehat, calon tunggal juga menjadi jalan pintas bagi calon yang bersangkutan untuk menjadi kepala daerah. "Jelas ini berdampak buruk bagi demokrasi dan tidak mendidik rakyat," tandasnya. (mar)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X