TANA PASER - Berkembangnya pariwisata suatu daerah, tidak terlepas dari dukungan aturan dari pemerintah daerah. Contohnya peraturan daerah (Perda) yang mengatur tentang pembangunan pariwisata. Kabupaten Paser selama ini belum bisa mendongkrak pariwasatanya, salah satu faktornya ialah belum adanya perda. Ini lah poin utama yang disampaikan peneliti pariwisata, dari akademisi Samarinda Fareis Althalets saat berdiskusi dengan Kaltim Post.
Dosen muda yang juga menggarap Rencana Induk Pengembangan Kepariwisataan Daerah (RIPPDA) Kabupaten Paser 2020-2025 itu menjelaskan, dari hasil penelitiannya selama ini, Paser sangat potensial menjadi daerah pariwisata. Dengan geografis dan kekayaan alam yang luas, ditambah warganya yang ramah, menjadi modal utama pendongkrak pariwisata. Tinggal menambah dukungan kebijakan dan anggaran dari pemerintah maupun swasta.
"Kebijakan dan anggaran itu bisa konsisten diterapkan yaitu dengan adanya perda," ujar Fareis, Minggu (9/8).
Dengan adanya perda, setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus melalui riset, sehingga tidak asal-asalan. Pentingnya riset dalam pengambilan keputusan, terbukti di daerah yang sudah maju pariwisatanya. Bahkan daerah yang tidak terprediksi. Fareis menyebut Kabupaten Banyuwangi contohnya, daerah itu kini menjadi kiblat baru pariwisata di Jawa Timur. Dari yang sebelumnya hanya daerah ujung. Hampir sama seperti geografis Paser.
"Di sana pemerintahnya selalu menggunakan riset dalam merumuskan kebijakan. Akhirnya terlihat bagaimana kemajuan daerah dan juga wisatanya," kata lulusan Magister Stiepari Semarang itu.
Sehingga bukan mustahil lanjut Fareis, pariwisata di Paser bisa maju seperti Banyuwangi. Kekayaan sejarah, budaya, dan sumber daya alam di Paser bisa dibuat menjadi sumber pariwisata. Namun harus dengan perencanaan, juga story telling atau pencerita yang baik. Story telling lah yang bisa membuat tiap spot wisata atau sejarah berbeda, sehingga ini yang menjadi daya tarik wisata. Semisal cerita rakyat Ratu Pantai Selatan atau Nyi Roro Kidul yang melegenda di Pulau Jawa. Hingga akhirnya membuat daya tarik tersendiri wisata laut pantai di sana.
Untuk wisata di pusat kota, Paser menurutnya perlu meniru seperti kota Samarinda yang kini sukses merubah kawasan Citra Niaga, kini menjadi pusat berkumpul kawula muda dan kuliner. Dengan mengusung pelaku usaha ekonomi kreatif yang tampil. Proyek tersebut tidak terlepas dari hasil kajian riset sebelumnya. Anggaran pembangunannya pun tidak seberapa.
Dengan adanya wisata di pusat kota yang digemari warga lokal, ini berdampak pada perputaran ekonomi di daerah yang sehat. Selama ini tidak dipungkiri, warga Paser sendiri menghabiskan pundi-pundi uangnya justru ke Balikpapan, Samarinda, atau luar pulau sekalian untuk hiburan dan wisata. Justru jarang di daerah sendiri konsumtifnya.
"Akhirnya warga luar yang datang ke Paser saat berada di sini, sedikit yang ingin jalan-jalan atau mencari tempat nongkrong di kota Tana Paser, paling-paling di Kafe," tutur Fareis.
Fareis merupakan tim Unit Layanan Strategis Percepatan Pembangunan dan Inovasi Daerah (ULS-PPID) Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, yang tengah mengkaji penyusunan naskah akademik rancangan peraturan daerah (Raperda) pembangunan pariwisata Paser. Melihat kondisi di lapangan, faktor utama sulitnya berkembang spot wisata di Paser ialah karena akses jalan menuju lokasi yang tidak memadai. Ditambah infrastruktur penunjang. Seperti di Desa Luan, Kecamatan Muara Samu, yang belakangan viral dengan Gunung Boga atau Gunung Embun.
Dosen Administrasi Bisnis, konsentrasi Pariwisata dan Bisnis Hospitality Unmul ini berharap pemerintah, tokoh masyarakat, pelaku industri pariwisata, dan stakeholder lainnya jangan pesimis dengan keadaan sekarang. Paser menurutnya sangat kaya sumber daya, jika itu bisa dikelola dengan dan dikembangkan, pasti berpotensi jadi daerah wisata. (/jib)