Impor Tidak Selalu Negatif

- Jumat, 7 Agustus 2020 | 12:00 WIB
BONGKAR MUAT: Kesibukan di terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, beberapa waktu lalu. Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos
BONGKAR MUAT: Kesibukan di terminal peti kemas Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, beberapa waktu lalu. Puguh Sujiatmiko/Jawa Pos

SURABAYA – Saat kondisi perekonomian tidak pasti seperti sekarang, importasi menjadi penting. Sebab, aktivitas itu bisa mendorong tumbuhnya investasi. Sampai saat ini, 72 persen barang yang didatangkan dari luar negeri adalah bahan baku dan bahan penolong.

Ketua Umum Gabungan Importer Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) Subandi mengatakan bahwa kontribusi bahan baku dan bahan penolong mendominasi impor. Komposisinya sampai 72 persen. Sisanya sebanyak 18 persen adalah barang modal dan 10 persen merupakan barang konsumsi.

’’Dengan demikian, impor itu penting. Tetapi, selama ini kegiatan impor dipandang negatif,’’ katanya  (5/8). Dengan komposisi impor bahan baku dan bahan penolong yang mencapai 72 persen, pemenuhan kegiatan produksi di dalam negeri tinggi. Pada akhirnya, itu dapat meningkatkan investasi di dalam negeri.

Peran impor yang penting tersebut, lanjut dia, harus diikuti dengan regulasi yang berpihak pada importer. ’’Meski demikian, kami berharap tidak ada importer yang salah dalam menjalankan usaha karena seluruh importer berperan menjalankan kegiatan usaha sesuai peraturan,’’ ujarnya. GINSI terbuka dan siap menjadi mitra pemerintah dalam menyosialisasikan peraturan dan mendampingi pelaku usaha importasi.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Martin Manurung mengungkapkan bahwa pembatasan kegiatan importasi sudah tidak sesuai lagi. Sebab, ada produk impor yang tidak memungkinkan diproduksi di dalam negeri dengan pertimbangan efisiensi. ’’Tetapi, yang harus diperhatikan, bagaimana komponen di dalam negeri harus dibuat efisien,’’ ucapnya.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan biaya produksi yang sangat tinggi. Hal itu bisa diukur dari incremental capital output ratio (ICOR) yang nilainya lebih dari enam. Idealnya di bawah itu. ’’Artinya, untuk menghasilkan satu output, dibutuhkan capital sebanyak enam kali lipat sehingga menambah biaya bagi produsen,’’ ungkapnya.

Covid-19 membuat perekonomian global bergolak dan turut memengaruhi perdagangan internasional. Martin menjelaskan bahwa pertumbuhan perdagangan internasional turun. Pertumbuhan perdagangan global diprediksi turun menjadi 1,1 persen. (res/c20/hep)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB
X