Pertama Sejak 1998, Ekonomi Kembali Minus, Tapi RI Belum Masuk Jurang Resesi

- Kamis, 6 Agustus 2020 | 13:59 WIB
Badan Pusat Statistik (BPS) Rabu (5/8) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI kuartal II 2020 tercatat -5,32 persen.
Badan Pusat Statistik (BPS) Rabu (5/8) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI kuartal II 2020 tercatat -5,32 persen.

JAKARTA– Usai dua dekade berlalu, kini sejarah kelam pertumbuhan ekonomi minus kembali terulang. Badan Pusat Statistik (BPS) Rabu (5/8) melaporkan pertumbuhan ekonomi RI kuartal II 2020 tercatat -5,32 persen.

Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, pertumbuhan ekonomi minus tersebut merupakan yang terendah sejak momen krisis moneter pada medio 1998-1999 silam. ‘’Pertumbuhan kuartal ini kalau dilacak terendah sejak kuartal I 1999 waktu krisis ekonomi. Saat itu pertumbuhan kontraksi sebesar 6,13 persen,’’ ujarnya di Jakarta, (5/8).

Sejarah mencatat, krisis ekonomi dua dekade silam membawa pertumbuhan ekonomi RI berada di titik terendah sepanjang sejarah yakni -13,13 persen pada 1998. Masa-masa suram itu mulai terasa sejak krisis moneter 1997. Padahal, pada 1996, ekonomi RI masih mampu tumbuh 7,8 persen, namun setahun berselang ekonomi hanya tumbuh 4,7 persen. Tren pemburukan itu puncaknya terjadi pada 1998 yang membuat ekonomi kala itu terjun bebas ke -13,13 persen.

Dilihat dari data yang ada, ekonomi RI mulai bisa berada di kisaran 5 persen pada 2004 lalu. Hingga puncaknya pada 2007, pertumbuhan ekonomi RI pernah ada di level 6,35 persen. Booming harga komoditas yang saat itu menjadi primadona membuat ekonomi domestik melejit.

Namun, usaha perbaikan ekonomi yang terus dilakukan pemerintah dan seluruh pihak harus pupus sejak pandemi Covid-19 muncul. Tak hanya Indonesia, seluruh dunia pun mengalami tekanan akibat badai pandemi. ‘’Kontraksi kita cukup dalam. Kemarin pertumbuhan ekonomi di kuartal I 2020 sudah tumbuh melambat. Ini dampak pandemi Covid-19 yang luar biasa buruknya,’’ tutur Suhariyanto.

Rendahnya pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 itu dipicu berbagai kontraksi hampir di seluruh komponen. Mulai dari konsumsi rumah tangga, Pembentukan Modal tetap Bruto (PMTB) atau indikator investasi, ekspor-impor, hingga konsumsi pemerintah juga seluruhnya mencatat rapor merah.

Adapun sektor transportasi dan pergudangan jatuh paling dalam pada kuartal II 2020. ‘’Moda transportasi yang paling terpukul angkutan udara, kontraksi 80,23 persen, kemudian diikuti angkutan rel 63,75 persen. Kontraksi terjadi pada semua moda transportasi,’’ imbuhnya.

Namun, Suhariyanto tetap optimis kondisi ke depan akan berlangsung membaik. Terlebih, relaksasi PSBB pada Juni mulai membuat denyut ekonomi kembali terasa. Dia juga mengimbau seluruh pihak tetap membangun optimisme untuk kondisi ekonomi ke depan. ‘’Meskipun masih jauh dari total. Jadi triwulan ketiga, harus menggandeng tangan sehingga geliat ekonomi bergerak,’’ jelasnya.

Terpisah, Sekertaris Kemenko Perekonomian Susiwijono Moegiarso memandang, dinamika yang terjadi akibat pandemi memang membuat kondisi ekonomi sulit diramal. Namun, meski begitu, pemerintah tak pernah kendor memasang target. ‘’Arahan Pak Presiden tadi, secara tegas, kita diminta mencegah resesi. Kuartal III sebisa mungkin tidak minus growth atau negatif,’’ jelasnya, kemarin.

Pada kesempatan lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menampik anggapan bahwa RI saat ini mengalami resesi. Dia menjelaskan, dari indikator yang ada, kondisi saat ini belum bisa disebut sebagai resesi teknikal.

‘’Kalau dilihat secara year on year (yoy), belum (resesi teknikal). Karena ini pertama kali Indonesia mengalami kontraksi. Yang disebutkan tadi pertumbuhan quarter-to-quarter biasanya yang dilihat resesi adalah secara yoy dua kuartal berturut-turut,’’ jelasnya.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu melanjutkan, ekonomi bisa pulih bertahap, terutama pada kuartal III dan IV 2020. Pada kuatal III 2020, Ani memproyeksi ekonomi berada di level 0 persen dan 0,5 persen.

Meski mengakui tak mudah, namun optimisme itu diharapkan berlanjut pada kuartal IV. ‘’Kuartal IV diharapkan bisa meningkat. Bisa mendekati 3 persen dan kalau terjadi keseluruhan pertumbuhan ekonomi 2020 diharapkan akan tetap terjaga pada zona positif, minimal 0 persen hingga 1 persen,’’ tutur Ani. Ke depan, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berharap, Pilkada 2020 bisa menjadi stimulus yang membuat ekonomi bangkit. Menurut dia, akan ada lebih dari Rp 20 triliun yang beredar selama Pilkada berlangsung.

Perputaran uang dalam jumlah jumbo itu diharapkan bisa meningkatkan konsumsi. Apalagi, para calon yang akan berlaga dalam Pilkada tentu akan mengkampanyekan protokol kesehatan yang harapannya juga bisa berpengaruh pada konsumsi.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X