Masalah sampah di Kutai Timur (Kutim) masih sulit terselesaikan. Membeludak di tempat penampungan sementara (TPS). Di antaranya, TPS di Jalan Kabo Jaya dan di Jalan AW Sjahranie (eks Jalan Pendidikan).
SANGATTA–Tidak hanya itu, TPS di kawasan Sangatta Selatan kini tidak lagi digunakan lantaran pemilik lahan tidak meminjamkan lagi. TPS dipindah ke depan Lapangan Garuda, dengan perjanjian tiga hari sekali harus diangkut.
Pemkab memiliki Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Batuta di jalan poros menuju Kecamatan Bengalon. Jarak tempuh dari Sangatta sekitar 30 menit. Keterbatasan armada membuat sampah di TPS menumpuk. Sedangkan dalam sehari, sampah di Kutim mencapai 70 ton.
Hal itu tidak ditampik Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutim Kasmidi Bulang. Keterbatasan armada seperti truk menjadi kendala utama. Sejauh ini, hanya dua truk yang dapat dioperasikan untuk pengangkutan sampah ke TPA. "Idealnya enam. Masih membutuhkan empat truk lagi untuk keperluan pengangkutan," kata pria yang akrab disapa KB.
Armada yang tersedia sudah digunakan sejak pertama kali berdiri menjadi kabupaten, 1999 silam. Bahkan, warisan dari Dinas Pekerjaan Umum (DPU) yang dulu menangani permasalahan sampah, sebelum dialihkan kepada Dinas Lingkungan Hidup (DLH). "Belum pernah ada pengadaan baru. Lebih besar biaya perawatan dari pada pengadaan," sebutnya. "Makanya saya minta lebih baik aset itu dihitung, kemudian dihapuskan saja. Supaya tidak mengganggu APBD. Kalau perlu dilelang biar bisa jadi pendapatan. Ada truk, dozer, dan ekskavator," tutur KB.
Pihaknya akan menghitung kebutuhan armada. Pihaknya mengupayakan penganggaran di APBD perubahan, agar pengadaan dapat diakomodasi hingga 50 persen dari yang dibutuhkan. "Jadi tidak ada lagi pengangkutan sampah siang hari. Sejauh ini menumpuk karena keterbatasan armada," terangnya.
Menurut dia, masalah sampah merupakan persoalan bersama. Pemerintah harus turut andil menyiapkan fasilitas penunjang. Tapi, perlu dijalin kerja sama dengan perusahaan. Tidak bisa dimungkiri, karyawan perusahaan juga banyak yang memproduksi sampah. "Makanya harus menjadi bagian dari perusahaan," ucapnya.
Pihaknya akan meminta kejelasan terkait lahan eks tambang untuk dijadikan TPA. Terlebih sudah pernah meminta atas nama pemerintah daerah, yang sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya. "Suka tidak suka harus dicari solusinya. Perusahaan harus terlibat," imbuhnya.
Berdasarkan Perda 7/2020 tentang Pengelolaan Sampah, pengangkutan seharusnya dilakukan sejak pukul 18.00–06.00 Wita. Perda menjelaskan jadwal membuang sampah bagi warga hanya malam hari. Namun, kenyataannya bertolak belakang. Pengangkutan ada yang siang. Begitu pula warga yang masih membuang sampah tidak sesuai aturan. Ada yang tidak membuang sampah pada tempatnya.
Terdapat sanksi maksimal Rp 5 juta dan kurungan penjara tiga bulan jika aturan diterapkan bagi pelanggar. KB tidak menampik hal itu. "Bisa diterapkan, tapi perlu gencar sosialisasi," jelasnya.
Namun, pemerintah tetap perlu melengkapi armada lebih dulu, sebelum penegakan perda dilakukan. Sehingga bisa tepat waktu pengangkutan. "Yang jelas kami berusaha menyiapkan armada dulu. Setelah itu sosialisasi perda, agar aturan bisa ditegakkan," pungkasnya. (dq/dra/k8)