SAMARINDA–Proses belajar jarak jauh masih jadi dilema. Selain infrastruktur yang tidak maksimal, lama waktu belajar turut menuai sorotan. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda Asli Nuryadin menuturkan, orangtua memang ada yang mengeluh. Namun, harus dipikirkan skema penanganan masalahnya. Mau tidak mau, lanjut Asli, suasana belajar di rumah menjadi yang harus dilakukan saat ini. “Kan belajar di sekolah sedang macet. Jadi yang dominan untuk belajar adalah di rumah,” ujarnya. Menurut Asli, saat ini hanya publik harus sabar sembari berdoa. Asli tak menampik, ada kerinduan sekolah bisa kembali normal. Namun, hal itu masih belum memungkinkan.
Disinggung masalah belajar daring, pembelian kuota bisa diberikan sekolah. Namun, Asli berharap, orang-orang yang mampu bisa saling membantu di tengah pandemi untuk mengurangi beban saat belajar. “Pasti ada rekan yang memiliki kecukupan,” sambungnya. Tak dimungkiri, biaya belajar lebih bengkak saat sistem daring. Pihaknya turut mengedukasi guru. Belajar dalam jaringan itu tak melulu lewat aplikasi tatap muka.
“Bisa dicari model belajar yang menyenangkan. Tidak perlu lama-lama. Sekitar 15 menit saja,” ungkapnya. Jika dalam sehari ada tiga pelajaran, artinya butuh waktu 45 menit. Kalau sebelumnya ada yang setengah jam, harus bisa dipangkas. “Modelnya bisa pakai video pendek atau power point. Jadi, materinya bisa diperoleh duluan. Jadi, saat pertemuan lewat daring, bisa dipertanyakan. Yang terpenting itu anak berada di rumah dulu dengan belajar santai,” ungkapnya. “Kan enggak logis anak kelas I atau II ikut daring lama,” tambahnya.
Perangkat yang terbatas, jika dituntut sempurna disebut Asli tak mungkin. Guru pun masih ada yang kesulitan dengan metode pembelajaran daring. Namun, Asli mengingatkan, tetap harus mendongkrak. “Enggak ada guru yang semuanya bisa, tapi diingatkan ke kepala sekolah, untuk bisa membimbing anak-anak,” ujarnya. (dra2/k8)