Dilema Belajar Online, Guru dan Orangtua Dituntut Saling Sesuaikan Kondisi

- Senin, 3 Agustus 2020 | 11:47 WIB
MANDIRI: Siswa harus terbiasa memahami materi yang diberikan oleh guru secara mandiri. Jika belum paham, video bisa diputar berkali-kali sebelum mengajukan pertanyaan.
MANDIRI: Siswa harus terbiasa memahami materi yang diberikan oleh guru secara mandiri. Jika belum paham, video bisa diputar berkali-kali sebelum mengajukan pertanyaan.

Pandemi virus corona memaksa masyarakat beraktivitas lain dari biasanya. Imbauan jaga jarak, hingga jaga kebersihan dengan masker dan cuci tangan dianjurkan. Lembaga pendidikan pun menerapkan kegiatan belajar daring (dalam jaringan). Seiring berjalannya metode tersebut, banyak ditemui keluhan. Baik dari orangtua murid dan guru.

BELAJAR secara daring menghadirkan polemik. Ada yang mendukung karena khawatir buah hati terpapar virus corona, namun sebagian orangtua mengeluh karena harus menjadi “guru” dadakan buat anak mereka. Apalagi yang baru mengenyam bangku pendidikan, musti mendampingi berjam-jam di depan telepon pintar. 

“Ada tiga model supporting pendidikan, normalnya dari pemerintah, masyarakat lalu keluarga. Yang dua sekarang macet, peran besar sekarang ada di keluarga. Dengan kondisi darurat begini, diterapkan belajar dengan menggunakan teknologi informasi dan jaringan,” ujar Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) Samarinda Asli Nuryadin, tengah pekan lalu.

Definisi jaringan disebutkan Asli ada beberapa tingkatan lagi. Idealnya anak harus punya layar di rumah, baik komputer atau laptop yang terhubung dengan jaringan. Namun, kondisi orangtua tidak semua memungkinkan. Digunakanlah smartphone yang lebih akrab dengan masyarakat. Namun juga memiliki kekurangan, layarnya yang kecil tentu tidak diperuntukkan jangka lama.

“Jangan terlalu lama juga menatap layar handphone karena tidak baik untuk kesehatan mata anak juga,” sebutnya. Berbagai kendala ditemui di lapangan. Seperti mereka yang sudah stabil dengan fasilitas handphone memadai dan kuota internet. Ada pula yang memiliki perangkat namun tak ada kuota, hingga tak memiliki keduanya.

Dengan kondisi pandemi, diberlakukan pula kurikulum darurat. Sebab, tidak bisa seperti biasanya. Kendala lain juga disebutkan Asli seperti orangtua yang hanya memiliki satu perangkat namun memiliki lebih dari satu anak yang bersekolah.

Penggunaan berbagai metode pembelajaran seperti video pembelajaran, video conference, dan lain-lain disesuaikan sekolah. Urusan teknis adalah kewenangan sekolah. Termasuk penyesuaian kondisi orangtua peserta didik.

Diungkapkan Asli jika ada dana bantuan operasional sekolah nasional (bosnas) yang kini penggunaannya lebih fleksibel. “Sudah beberapa Minggu lalu disosialisasikan ke seluruh kepala sekolah. Berharap awal Agustus ini sudah start untuk penggunaan dana, bantuan kuota internet bagi guru dan murid yang tidak mampu,” ungkapnya.

Dia mengatakan jika bantuan corporate social responsibility (CSR) dari salah satu provider bisa menghemat hingga 40 persen. “Saya ilustrasikan misal Rp 5 juta bisa membeli 750 gigabyte (GB). Kalau dunia pendidikan mereka kasih 1.250 GB. Nanti dari sekolah yang menyalurkan, kuota per guru atau anak dapat berapa dari kewenangan sekolah,” jelas Asli.

“Bagaimana logikanya belajar daring tapi tidak ada dana dari pemerintah melalui bosnas untuk pembelian paket data? Jika tidak dilakukan ya justru keliru,” tambahnya. Penggunaan bosnas diberi fleksibilitas guna kepentingan belajar. Disebutkan Asli jika nantinya ada evaluasi terkait penggunaannya.

Bagaimana jika murid tidak bisa mengikuti metode pembelajaran daring? Maka, opsi yang disarankan Disdik yakni mendekat ke tetangga atau kawannya yang masih satu zonasi. Lalu jika dalam satu lingkungan tidak ada yang mampu, maka bergabung 5–10 anak di satu rumah, guru yang akan mendatangi. “Guru itu dibantu juga oleh sekolah dana transportasinya,” sebut Asli.

Paling terakhir yakni opsi yang menurut Asli jangan sampai terjadi. Yakni, maksimal 10 murid dibantu dengan belajar di sekolah. “Itu opsi paling darurat. Diharapkan anak tersebut bisa bergabung dengan kawannya untuk ikuti proses belajar. Tentu dengan protokol kesehatan,” ujarnya.

Dia menyadari jika orangtua sudah tentu terbebani dengan metode daring. Seperti biaya kuota internet, listrik hingga mendampingi siswa belajar. Terpenting menurutnya adalah proses belajar tetap berjalan. “Berat sekali karena zona harus hijau jika ingin tatap muka. Paling penting juga apakah orangtua setuju jika sekolah tatap muka dilaksanakan?” kata dia.

Asli memahami banyak komentar terkait metode daring, namun pihaknya sudah mengusahakan opsi paling mudah. Dan tentunya dengan tidak mengambil risiko penularan wabah. “Tidak ada yang tidak terdampak. Semua kena. Jadi, memang harus dilewati bersama,” ujarnya.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X