Setiap jamaah diberi gelang elektronik agar lokasi mereka bisa dilacak. Mereka juga dibekali kerikil yang sudah disanitasi lebih dulu untuk ibadah lempar jumrah. Masker, sajadah, dan kain ihram sudah pasti disediakan juga. Namun, jamaah tak boleh sembarangan minum air zamzam. Air tersebut bakal dikemas otoritas untuk keperluan jamaah. Mereka juga dilarang menyentuh atau mencium Kakbah. Otoritas sudah menyiagakan staf untuk terus membersihkan dan menjaga area sekitar Kakbah.
Meski begitu, jamaah yang terpilih tetap bersyukur bisa beribadah haji tahun ini. Sebab, mengecilnya jumlah jamaah berarti risiko logistik dan kesehatan lainnya bakal berkurang. Biasanya, suasana ibadah yang penuh sesak dan panas membuat banyak jamaah tumbang. ’’Saya ingin berterima kasih kepada pemerintah Arab Saudi atas kesempatan di masa sulit ini,’’ ujar Zelkin, imigran asal Azerbaijan yang tinggal di Jubail, seperti yang dilansir Arab News.
Di sisi lain, banyak warga dan ekspatriat yang memprotes hasil seleksi jamaah. Mereka merasa bahwa proses tersebut tak transparan dan tak mempunyai tolok ukur yang jelas. Hingga saat ini, akun Twitter Kementerian Haji terus dibanjiri calon jamaah yang marah.
Menteri Haji Arab Saudi Mohammad Benten mengatakan bahwa mereka memilih dengan dasar kesehatan jamaah. Dia mengatakan, warga dari 160 negara berlomba untuk bisa menjadi jamaah haji tahun ini. Hanya, berapa total jumlah pengajuan tak disebut. Kerajaan Arab Saudi sendiri sebenarnya tak senang harus membatasi jamaah haji. Saat ini sumber pendapatan utama negara tersebut, industri migas, sedang anjlok. Sedangkan bisnis seputar haji merupakan salah satu kontributor ekonomi besar dengan pendapatan USD 12 miliar (Rp 174 triliun) per tahun. Terutama bagi warga Makkah.
’’Biasanya, dua hingga tiga bulan sebelum haji, kami bisa menghasilkan pendapatan yang cukup untuk bertahan di sisa tahun. Sekarang tak ada pekerjaan, tak ada gaji, tak ada apa pun,’’ ungkap Sajjad Malik, pengelola agen taksi di dekat Masjidilharam, kepada BBC. (bil/c10/oni/wan)