SAMARINDA–Beberapa hari terakhir, kasus tindak asusila menambah daftar arsip kepolisian. Parahnya, pelakunya adalah orangtua korban yang seharusnya menjadi pelindung dan pengayom.
Bak jadi predator dalam keluarga, perbuatan itu bisa membuat korban trauma berkepanjangan. Menukil data tiga tahun terakhir yang terangkum di unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polresta Samarinda, pelakunya rata-rata lebih mengarah ke orang dekat, seperti keluarganya. Dalam rentetan kasus tersebut, PPA Satreskrim Polresta menilai ada beberapa faktor yang menjadi pemicu. Mulai rendahnya keimanan, pendidikan, dan faktor ekonomi. "Saling berkaitan, ekonomi dan pendidikan itu pendukung, tapi utamanya soal lemahnya keimanan yang membuat tergoda," jelas Kanit PPA Satreskrim Polresta Samarinda Iptu Teguh Wibowo. Meski para pelaku memiliki istri, perbuatan asusila bisa terjadi jika pelaku memiliki pendidikan agama dan keimanan yang tipis.
Beberapa kasus asusila yang terjadi, analisis kepolisian menemukan adanya kelainan di luar nalar. Ada beberapa didasari memiliki hubungan kekasih. Namun, ada juga yang sebatas teman pergaulan. Di antara kasus pencabulan yang ditangani dengan terlibatnya pelaku yang juga belum dewasa, didasari dari rasa ingin tahu setelah melihat film berkonten negatif. "Gara-gara dia nonton di internet (film porno) kemudian mempraktikkan kepada temannya," terang polisi berpangkat balok dua itu.
Jika pelaku dan korban masih sama sama-sama di bawah umur, petugas akan melihat dari dua sisi. Sosial dan penegakan hukum. "Jika memang menimbulkan nilai baik, kami menyarankan diselesaikan secara kekeluargaan. Itu juga kasus yang tidak membuat trauma. Kalau fatal bahkan hingga opname, tetap proses hukum," tegasnya.
Kasus yang belakangan marak dilaporkan karena masyarakat yang mulai sadar hukum. Sehingga, pelaporan kasus amoral ke meja kerjanya meningkat. "Warga tahu apa yang harus dilakukan jika sudah dan mengetahui kejadian seperti itu. Jika sebelumnya malu dan takut, sekarang mulai berani buat penegakan hukum," jelasnya.
Penanganan korban kekerasan seksual atau pencabulan, pihaknya selalu berkoordinasi dengan UPTD PPA Samarinda di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPP2A) Samarinda.
"Kalau untuk yayasan seperti rumah aman, tidak secara langsung. Terkadang minta tolong penempatan, agar korban mendapatkan perlindungan serta pemulihan dari trauma yang dialami," kuncinya. (*/dad/dra/k8)