Waspadai Geliat Produksi Baja Tiongkok

- Minggu, 26 Juli 2020 | 11:44 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA- Lepas dari masa lockdown, industri berbagai negara mulai kembali bergerak. Setelah sempat redam beberapa bulan terakhir, serbuan impor baja dari Tiongkok tengah diantisipasi oleh pengusaha di Indonesia seiring dengan pemulihan ekonomi di negara tersebut.

Asosiasi industri besi dan baja nasional atau The Indonesian Iron and Steel Industry Association (IISIA) memaparkan data bahwa telah nampak sinyal pemulihan ekonomi di Tiongkok yang terlihat dari survei aktivitas manufaktur. Per bulan Juni, Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Manager's Index/PMI) sektor manufaktur Tiongkok berada di level 51,2.

Hal tersebut juga tercermin dari kegiatan produksi baja di Tiongkok, catatan worldsteel produksi baja (crude steel) China pada Juni 2020 mencapai 91,6 juta metrik ton naik 4,5 persen dibandingkan Juni tahun lalu, padahal produksi produsen baja negara lain seperti India, Jepang, Korea Selatan justru sedang turun.

Ketua Umum IISIA yang juga merupakan Direktur Utama PT Krakatau Steel Tbk Silmy Karim secara global produksi baja dunia juga sedang turun. Silmy menjelaskan bahwa pada Juni 2020 produksi baja 64 negara hanya 148,3 juta metrik ton, atau turun 7 persen (yoy). Sedangkan selama 6 bulan 2020 produksi baja juga turun sampai 6 persen hanya 873 juta ton.

Menurut Silmy, kondisi produksi baja Tiongkok yang mulai menggeliat patut menjadi perhatian pelaku baja di dalam negeri. ”Sebab, dari pola umum, saat produksi baja Tiongkok tinggi maka banyak negara termasuk Indonesia akan menjadi sasaran pasar,” ujar Silmy, dalam sebuah diskusi virtual, kemarin (24/7). Dari data BPS, Januari-April 2020 impor baja menurun drastis. Importasi produk besi dan baja mencapai 2,04 juta ton atau mengalami penurunan sebesar 14,1 persen dibandingkan dengan tahun 2019.

Sementara di sisi lain, IISIA membeberkan bahwa konsumsi baja di Indonesia masih sangat rendah. Berdasarkan data yang ada, konsumsi baja di Indonesia hanya 60 kilogram (kg) per kapita per tahun. ”Idealnya Indonesia itu mengkonsumsi baja 200 kilogram per kapita per tahun,” tambah Silmy.

Menurut Silmy, jika ingin jadi negara besar, maka industri baja harus kuat untuk menopang pembangunan infrastruktur dan industrinya. Apalagi industri baja disebut sebagai "mother of industry". Sebab, sebagian besar industri yang ada menggunakan baja, baik itu dari otomotif, elektronik, galangan kapal bahkan industri makanan. "Industri baja diperlukan sebagai syarat untuk agar industrinya sebuah negara itu maju. Untuk itu diperlukan sinergi antara pemerintah atau BUMN dengan swasta,” urainya.

IISIA sendiri mengaku mengapresiasi hasil positif tersebut kepada pemerintah yang telah melakukan berbagai upaya dalam menjaga keberlangsungan industri baja nasional, dimana salah satunya adalah terkait upaya pengendalian importasi. Silmy menegaskan bahwa upaya tersebut harus terus ditingkatkan. ”Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan utilisasi industri baja dalam negeri yang saat ini tengah turun sebagai dampak mewabahnya Covid-19,” urai Silmy.

Kebijakan lain yang juga disorot IISIA adalah perlindungan terhadap industri baja nasional adalah kebijakan penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai technical barrier impor. ”Pemberlakuan SNI tidak hanya berlaku sebagai technical barrier impor tetapi juga erat kaitannya dengan keamanan dan keselamatan pengguna baja sehingga harus diberlakukan secara wajib," pungkasnya. (agf)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X