BONTANG - Proyek pembangunan di Kelurahan Tanjung Laut dikeluhkan warga. Dianggap jadi biang banjir. Akibat drainase tertimbun tanah bekas galian proyek. Seperti yang dikatakan Shermi, warga yang terdampak banjir. Dikatakan, meski wilayah di sekitar rumahnya landai, belum pernah mengalami banjir meski hujan intensitas tinggi.
"Waktu banjir besar di Bontang tahun lalu, di sini tidak sama sekali," ungkapnya kala disambangi di rumahnya, Jumat (24/7) sore.
Namun, berbeda saat banjir Mei lalu. Itu pertama kali dia terdampak. Pasalnya, hujan dalam intensitas tinggi, sementara drainase tak mampu menampung debit air. Akibatnya meluber ke mana-mana. "Tapi belum parah waktu itu. Masih menggenang saja di depan rumah," katanya.
Selang beberapa bulan, sejak banjir perdana, musibah serupa berulang. Sumber pemicunya pun masih sama: hujan deras ditambah drainase buntu.
Lantas pada Rabu (22/7) malam lalu, kala hujan sedang deras-derasnya mengguyur Bontang, air meluber demikian parah. Tinggi air hingga betis orang dewasa. Karena banjir datang tiba-tiba, ditambah terjadi jelang dini hari, Shermi tak sanggup menyelamatkan beberapa barang di rumahnya.
Total, periode Mei hingga Juli, sudah empat kali terjadi banjir di dekat kediaman Shermi. Sekitar 10-an rumah terdampak. Namun, paling parah menimpa tiga rumah. Termasuk rumah Shermi.
"Yang lain kan sampai depan rumah saja, belum masuk (ke rumah). Tiga rumah lain dekat saya itu paling parah," bebernya.
Sementara itu, Ketua RT 25 Harnowo menjelaskan, pihaknya aktif berkomunikasi dengan pengembang proyek. Sejak banjir pertama hingga banjir Rabu lalu. Dari beberapa kali pertemuan, pihaknya mengklaim rutin menegur pengembang. Meminta tanggung jawab mereka terhadap musibah yang menimpa warganya.
"Kami (RT 25) sudah berkomunikasi dengan mereka. Bahkan menegur," beber Harnowo kala ditemui di rumahnya.
Dia menjelaskan, banjir diduga karena debit air usai hujan tak sanggup mengalir dengan sempurna kala turun ke drainase. Adapun jalur drainase memang membentang dari permukiman warga hingga melintasi areal proyek. Namun, aliran di proyek tertutup timbunan tanah liat. Praktis, aliran air menggenang dan susah mengalir.
"Normalnya lebar gorong-gorong kan 1 meter. Pas di areal proyek cuma dikasih pipa ukuran 8 inci. Nah, ketika hujan, jadilah air itu tak bisa mengalir. Meluap ke rumah warga," urainya.
Usai banjir parah Rabu kemarin, terjadi pertemuan antara warga terdampak banjir, ketua RT, lurah, dan kontraktor. Dari sana disepakati, mereka mempercepat pembangunan dan akan membayar kompensasi setelah pekerjaan rampung.
Bentuk kompensasi bukan perbaikan rumah. Namun, berupa uang pengganti atas barang-barang warga yang rusak usai disapu banjir.
"Mereka janji akan beri kompensasi," tandasnya. (kpg/far/k16)