Asa Baru Industri CPO

- Sabtu, 25 Juli 2020 | 12:17 WIB
SENTIMEN POSITIF: Harga minyak mentah kelapa sawit kembali meningkat setelah permintaan dari Tiongkok dan India pulih. Pada minggu ketiga Juli, harganya menyentuh USD 692,5 per metrik ton.
SENTIMEN POSITIF: Harga minyak mentah kelapa sawit kembali meningkat setelah permintaan dari Tiongkok dan India pulih. Pada minggu ketiga Juli, harganya menyentuh USD 692,5 per metrik ton.

BALIKPAPAN–Harga minyak mentah kelapa sawit (crude palm oil/CPO) masih tangguh dan terus membaik. Bisnis CPO Kaltim juga menunjukkan gairah. Data CIF Rotterdam mencatat, harga rata-rata CPO pada minggu ketiga Juli 2020 sebesar USD 692,5/MT. Harga tersebut tercatat 13,6 persen lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu, yakni sebesar USD 609,5/MT.

Kebangkitan ekonomi Tiongkok, bencana alam seperti banjir yang melanda Sumatra dan Kalimantan, serta kesuksesan uji coba D-100 di Indonesia menjadi sentimen yang mampu mengapresiasi harga CPO tersebut.

Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Kaltim Azmal Ridwan mengatakan, pertumbuhan PDB Tiongkok pada April–Juni 2020 sebesar 3,2 persen (year on year/yoy) yang jauh lebih tinggi dibandingkan hasil polling Reuters menjadi penanda kebangkitan ekonomi Tiongkok setelah berkontraksi alias minus 6,8 persen yoy di kuartal I-2020.

Sebagai salah satu konsumen CPO terbesar di dunia, data Bloomberg mencatat impor minyak nabati Tiongkok meningkat 53 persen pada Juni 2020 dibandingkan periode sebelumnya. Kebangkitan ekonomi Tiongkok tersebut tentunya membuat outlook permintaan membaik dan mendongkrak harga CPO.

Tidak hanya itu, pelonggaran lockdown yang dilakukan oleh sejumlah negara termasuk India telah memungkinkan dibukanya kembali restoran dan mal meningkatkan permintaan minyak kelapa sawit di negara tersebut.

“Di India, pengiriman minyak sawit melonjak ke level tertinggi sejak lima bulan terakhir pada periode Juni karena pedagang dan penyuling meningkatkan pembelian untuk menambah stok. Tak dapat dimungkiri, kondisi ini mengerek permintaan dan harga CPO di pasar global,” ungkapnya.

Namun, saat ini di Kaltim sedang memasuki musim hujan. Ada ancaman yang membayangi supply berupa banjir dan cuaca buruk yang terjadi dan diperkirakan memicu terjadinya disrupsi panen dan produksi.

Sementara itu, kesuksesan PT Pertamina mengolah RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil) menjadi produk Green Diesel (D-100) sebanyak 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit.

Pada saat yang bersamaan, di kilang Plaju, PT Pertamina juga akan membangun unit Green Diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari. Penyerapan minyak sawit oleh PT Pertamina tentunya akan menurunkan supply di pasar global sehingga membuat harga CPO menjadi terangkat.

Sebelumnya, terjadi penurunan kinerja ekspor CPO Kaltim Mei lalu. Tecermin dari terkontraksinya volume ekspor CPO sebesar 9,94 persen (yoy) pada triwulan I. Setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh tinggi mencapai 54,14 persen (yoy).

Penyebab utama penurunan ekspor CPO bersumber dari terkontraksinya ekspor ke Tiongkok dan India, masing-masing sebesar 34,29 persen (yoy) dan 27,65 persen (yoy). Sebab, pada triwulan sebelumnya tumbuh masing-masing sebesar 48,50 persen (yoy) dan 281,52 persen (yoy). (aji/ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X