BALIKPAPAN–Masa penahanan Ismunandar (ISM), bupati Kutim nonaktif, diperpanjang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Perpanjangan penahanan tersebut bersama enam tersangka lainnya. Yang terjerat dugaan suap pekerjaan infrastruktur di Pemkab Kutim tahun anggaran 2019–2020.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya tertulisnya yang diterima Kaltim Post kemarin menyebutkan penyidik KPK melakukan perpanjangan penahanan untuk 40 hari ke depan. Terhitung mulai 23 Juli 2020 sampai 31 Agustus 2020 untuk para tersangka. Ada tujuh tersangka, yakni Ismunandar (ISM) ditahan di Rutan KPK pada Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi (ACLC) Kaveling 1 dan Ketua DPRD Kutim Encek Unguria (EU) di Rutan KPK di Gedung Merah Putih KPK.
Lalu kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutai Timur Musyaffa (MUS), Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kutim Suriansyah (SUR), Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kutim Aswandini (ASW) ditahan di Rutan KPK di Gedung ACLC Kaveling 1.
Sedangkan Aditya Maharani (AM) selaku kontraktor di Rutan Polda Metro Jaya. Untuk tersangka DA (Deky Aryanto/rekanan) yang ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat, dilakukan juga perpanjangan penahanan selama 40 hari terhitung sejak 24 Juli 2020 sampai dengan 1 September 2020.
“Perpanjangan penahanan terhadap tujuh tersangka itu dilakukan karena penyidik masih memerlukan waktu menyelesaikan pemberkasan perkara,” terang jaksa yang pernah menangani kasus Gubernur Aceh Irwandi Yusuf itu.
Sebagai informasi, Ismunandar bersama Aswandini dan Musyaffa ditangkap di sebuah restoran di kawasan Senayan, Jakarta, Kamis (2/7) sekitar 18.45 WIB. Penangkapan itu, setelah KPK mendapat informasi penggunaan uang yang diduga dikumpulkan dari rekanan yang menjalankan proyek di Kutim. Dalam operasi senyap itu, KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp 170 juta, beberapa buku tabungan senilai Rp 4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp 1,2 miliar.
KPK menemukan indikasi penerimaan suap terkait proyek infrastruktur di Kutim. Para rekanan diduga telah memberikan uang kepada bupati pada 11 Juni lalu. Perinciannya, Aditya selaku rekanan Dinas PU memberikan Rp 550 juta. Sementara Deky (rekanan Dinas Pendidikan) memberikan Rp 2,1 miliar. Uang itu diberikan melalui Suriansyah dan Encek.
Untuk diketahui, Aditya telah menjadi rekanan sejumlah proyek PU. Di antaranya, pembangunan embung Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang, senilai Rp 8,3 miliar yang dikerjakan CV Permata Group, pembangunan Rutan Polres Kutim senilai Rp 1,7 miliar oleh CV Bebika Borneo, serta peningkatan jalan Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar melalui CV Bulanta. Kemudian optimalisasi pipa air bersih PT GAM senilai Rp 5,1 miliar dan pemasangan lampu Jalan APT Pranoto senilai Rp 1,9 miliar (PT Pesona Prima Gemilang).
Sementara itu, Deky mengerjakan proyek di Dinas Pendidikan senilai Rp 40 miliar. ”Jadi rekanan ini telah mengerjakan proyek di Kutai Timur,” jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.
Dia menambahkan, uang pemberian rekanan itu dimasukan Musyaffa ke beberapa rekening. Yakni, Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 400 juta, Bank Mandiri Rp 900 juta, dan Bank Mega Rp 800 juta. Uang itu sebagian digunakan untuk membayar mobil Elf di Isuzu Samarinda pada 23–30 Juni sebesar Rp 510 juta. Juga, membeli tiket pesawat ke Jakarta Rp 33 juta dan hotel Rp 15,2 juta.
Selain pemberian itu KPK juga menduga ada transaksi suap berupa tunjangan hari raya (THR) pada 19 Mei 2020. THR dari Aditya diberikan kepada bupati, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini masing-masing Rp 100 juta. Lalu Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar sebagai calon bupati Kutim tahun ini.
Penerimaan uang itu diduga karena Ismunandar menjamin anggaran dari rekanan tidak mengalami pemotongan. Kemudian, Encek selaku ketua DPRD Kutim melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang proyek. Musyaffa sebagai orang kepercayaan bupati juga melakukan intervensi dalam penentuan pemenang itu. Kemudian, Suriansyah mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan. Nilainya 10 persen dari jumlah pencairan. (kip/dwi/k8)