PROKAL.CO,
Catatan: Faroq Zamzami
(Pemred Kaltim Post)
SAYA mencium aroma ini; sejumlah partai politik di Balikpapan "enggan berkompetisi" pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 9 Desember nanti. Mereka terkesan cari aman. Mendukung calon incumbet. Bisa jadi, versi mereka, pilihan itu karena belum ada sosok yang dinilai mampu bersaing melawan incumbent. Atau mereka ingin instan. Memilih yang sudah ada. Itu artinya, partai politik yang ada tak mampu menghadirkan figur alternatif. Padahal Balikpapan rasa-rasanya tak kekurangan tokoh yang layak untuk maju dalam suksesi demokrasi. Tak hanya dari internal partai. Seperti Ahmad Basyir yang sejak namanya "diizinkan" maju oleh NasDem, gencar melakukan sosialisasi, memperkenalkan diri. Lewat kunjungan, hadir di media massa, sampai baliho dan billboard. Dia juga hadir dalam berbagai kegiatan sosial, membantu warga kurang mampu sampai merilis ambulans yang ada foto AHB di bodinya. Namanya pun semakin dikenal warga.
Atau sosok di luar partai politik, dari kalangan pengusaha, macam Yaser Arafat yang sampai saat ini tetap melakukan sosialisasi mendatangi warga. Bikin acara yang melibatkan masa dengan timnya yang banyak anak-anak muda. Juga ada nama Abriantinus yang terus menyosialisasikan diri. Jadi kota ini tak kekurangan tokoh mumpuni sebenarnya. Itu baru dari kalangan "muda". Belum lagi tokoh-tokoh senior, yang kalau mereka mau turun gunung, tak kurang-kurang jumlahnya di kota ini.
Ya, cari aman dengan pragmatisme memang sangat beririsan. Cari aman dan realistis memang susah dipisahkan. Pragmatisme, cari aman, atau realistis, apa itu salah, tentu tidak. Sama sekali tidak salah. Tapi kehidupan demokrasi di kota ini terancam, karena peluang besar publik jadi semakin acuh. Angka golongan putih (golput) berpotensi meninggi. Ingat ini bukan asumsi. Ada bukti nyata dari pilkada Makassar, Sulawesi Selatan, yang memenangkan kotak kosong. Kotak kosong pada pilkada tahun lalu itu menang dengan 53 persen suara. Artinya, suksesi harus diulang.