Robot Peneliti Seribu Kali Lebih Cepat

- Selasa, 21 Juli 2020 | 11:58 WIB
NONSTOP: Robot asisten laboratorium yang diuji coba mampu bekerja 22 jam tiap harinya. UNIVERSITY OF LIVERPOOL
NONSTOP: Robot asisten laboratorium yang diuji coba mampu bekerja 22 jam tiap harinya. UNIVERSITY OF LIVERPOOL

Para peneliti mengembangkan robot asisten laboratorium yang bisa bereksperimen ilmiah layaknya manusia. Robot yang dirancang para ilmuwan University of Liverpool, Inggris, itu mampu bekerja tujuh hari dalam sepekan, 22 jam saban harinya dengan 2 jam waktu mengisi ulang daya.

Mahasiswa PhD Benjamin Burger yang memimpin uji coba menyebut, robot itu seribu kali lebih cepat dibanding asisten laboratorium manusia. Sebab, robot bisa bekerja tanpa istirahat.

Namun, pengembang robot, Prof Andy Cooper, menilai kecepatan bukanlah intinya. "Idenya bukan untuk melakukan hal-hal yang lebih cepat, tetapi untuk melakukan hal-hal yang lebih besar, lebih ambisius," kata Cooper.

Penelitian awal, robot tersebut ditugaskan menemukan zat yang dapat mempercepat reaksi kimia yang menghasilkan hidrogen dari cahaya dan air. Penelitian ini berguna bagi banyak industri, termasuk produksi energi hijau.

Selama delapan hari, robot melakukan 688 percobaan untuk menemukan cara membuat reaksi yang lebih efisien. Hasilnya menjanjikan. "Jika Anda meminta manusia melakukannya, mereka bisa kehilangan seluruh PhD mereka," katanya.

Biaya perangkat keras pembuatan robot itu antara USD 125 ribu-USD 150 ribu. Dan perlu tiga tahun untuk mengembangkan perangkat lunak pengendalinya.

Lee Cronin, profesor kimia di University of Glasgow, yang juga menggunakan peralatan otomatis dalam karyanya, mengatakan kemajuan utama dari penelitian ini adalah mobilitas robot dan kemampuannya menggunakan peralatan manusia. Tapi dia mengingatkan, pengadaannya tidak akan selalu masuk akal dalam hal biaya.

"Saya tidak yakin asisten robot seperti ini akan berguna secara umum tetapi dengan percobaan berulang-ulang, mereka bisa menjadi sangat baik," kata Cronin kepada The Verge.

Cooper mengatakan, meskipun biaya awalnya mahal, robot tidak bisa dibandingkan dengan peralatan laboratorium, yang sering kali berharga ratusan ribu dolar. Sementara ini, beberapa penelitian ilmiah dapat diotomatisasi menggunakan mesin statis, fleksibilitas robot yang diprogram ulang untuk melakukan berbagai tugas.

"Idenya adalah untuk mengotomatisasi peneliti, bukan instrumen," kata Cooper. "Ini paradigma yang berbeda," tambah dia.

Meskipun pengembangan teknologi robot baru sering menimbulkan kekhawatiran tentang kehilangan pekerjaan melalui otomatisasi, Cooper mengatakan, siswa yang melihat robot lebih mungkin membayangkan bagaimana itu bisa membantu mereka. (theverge/dwi/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X