Bukan Mahar, Melainkan Biaya Logistik

- Senin, 20 Juli 2020 | 12:33 WIB

”Mahar politik dalam arti jual beli rekom saya pastikan tidak ada,” tegas Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto Jumat (17/7). Yang ada hanya dana untuk memenuhi kebutuhan logistik selama kontestasi pilkada.

 

Dia menegaskan, dana logistik yang dikeluarkan paslon murni untuk kepentingan pemenangan. Logistik sangat dibutuhkan untuk keperluan konsolidasi, menggalang dukungan, hingga menggerakkan mesin partai maupun relawan. Termasuk untuk kampanye, pertemuan, dan membayar saksi-saksi. Belum lagi mencetak atribut seperti spanduk, baliho, stiker, dan alat kampanye lain. ”Itu semua kan butuh duit,” ujarnya.

Yandri juga menyangkal keberadaan calo dalam memburu rekom. Dia lebih sreg bila disebut sebagai jaringan politik. Alasannya, tidak sedikit calon kepala daerah yang tidak memiliki jaringan kuat sampai ke Jakarta. Karena itu, semua sumber daya berupa jaringan dan relasi diberdayakan untuk membantu komunikasi. Jaringan itu bisa berupa kader partai atau orang luar yang memiliki kedekatan dengan elite partai atau ketua umum partai. ”Prosedurnya begitu. Ada yang tidak tembus langsung ke ketua umum. Harus ada silaturahmi dulu,” paparnya.

Pihaknya juga bersikap realistis di beberapa daerah. PAN memberikan dukungan cuma-cuma karena mengukur kans menang besar paslon di suatu daerah. Yandri mencontohkan pemilihan calon wali kota Solo. Di sana partai pimpinan Zulkifli Hasan itu berinisiatif mendukung pasangan Gibran Rakabuming-Teguh Prakosa yang diusung PDI Perjuangan. Dukungan tersebut, imbuh dia, didasari pada pilihan yang rasional dan logis. ”Gibran sangat populer di Solo. Di sana kan memang kandang banteng. Saya kira ini rasional,” tandas ketua Komisi VIII DPR itu.

Partai Demokrat juga menyangkal adanya mahar politik dalam mengeluarkan rekom. Namun, partai pimpinan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) itu tidak tutup mata dengan fakta bahwa kekuatan logistik si calon menjadi salah satu pertimbangan utama. ”Jika disimulasi, logistik berada di papan atas meskipun bukan nomor satu,” kata Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Demokrat Kamhar Lakumani.

Bahkan, daripada popularitas dan elektabilitas yang tinggi, Demokrat lebih memilih calon dengan logistik yang melimpah. Sebab, dengan dukungan dana yang besar, kandidat bisa melakukan konsolidasi untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas. Program pemenangan juga tidak bisa berjalan efektif tanpa didukung kekuatan finansial calon. ”Bagaimanapun juga, isi tas itu memang penting,” paparnya.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa Demokrat tidak menganut sistem kontribusi. Artinya, dana yang disetorkan paslon tidak masuk ke struktur partai. Namun, dipakai sebagai dana operasional pemenangan dan konsolidasi.

Lantas, apa yang diminta ke calon kepala daerah? Sebelum mengeluarkan rekom, tim pilkada Demokrat selalu menyiapkan pakta integritas dan kontrak politik. Salah satu poinnya, si calon harus berkomitmen membantu membesarkan partai di daerah setempat. Misalnya, dengan membantu meningkatkan suara dan kursi DPRD provinsi atau DPRD kabupaten/kota. ”Berapa sanggupnya (menambah perolehan kursi DPRD, Red) ada dalam kontrak politik itu,” ucapnya.

Dia mengakui, ada sejumlah kandidat yang menempuh segala cara untuk mendapat rekom. Salah satunya dengan menyodorkan hasil survei abal-abal. Tujuannya, yang bersangkutan terpilih mendapat rekomendasi partai. Namun, bappilu tidak begitu saja memercayai. Pihaknya langsung mengkroscek ke lembaga survei yang bersangkutan.

Selain itu, ada yang merekayasa kekuatan logistik. Misalnya, mengaku punya banyak usaha dan jaringan bisnis untuk membiayai pencalonan. Namun, DPP tidak begitu saja percaya. Pihaknya langsung mengkroscek kebenaran informasi yang diungkapkan si calon. Ternyata ada saja yang nekat berbohong. ”Sejak awal kami tidak punya tempat terhadap para pembual politik seperti itu,” tegas pria asal Makassar, Sulawesi Selatan, tersebut.

DPP Partai Golkar juga membantah adanya mahar dalam pilkada. ”Kami mengampanyekan di mana-mana bahwa Golkar tidak ada mahar politik,” terang Ketua Bappilu DPP Partai Golkar Muhammad Idris Laena. Jika ada yang meminta mahar, kata dia, jelas itu bukan dari DPP Partai Golkar. Itu hanya kelakuan oknum yang tidak bertanggung jawab. Menurut dia, kalau ada oknum kader yang ketahuan meminta mahar, partainya akan bertindak tegas.

Idris mengatakan, pilkada memang membutuhkan biaya, tetapi bukan mahar politik. Anggota DPR itu mengatakan, ada dua jenis pembiayaan yang dibutuhkan dalam pilkada. Pertama, dana untuk survei. ”Dana survei bukan untuk DPP Partai Golkar,” terang dia. Menurut Idris, biaya survei diserahkan ke lembaga yang sudah ditetapkan. Besaran biaya sesuai kesepakatan paslon dengan lembaga survei.

Kedua, dana saksi. Dia mengatakan, biaya saksi juga tidak diserahkan ke DPP. Menurut Idris, dana saksi dikirim ke rekening paslon. Dana itu hanya bisa dicairkan paslon. ”DPP tidak bisa mencairkan. Hanya paslon yang bisa mencairkan selama masa pilkada,” ungkap dia. (mar/tyo/lum/c10/oni)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X