Waspada Gangguan Kulit yang Tak Bisa Sembuh

- Senin, 20 Juli 2020 | 10:36 WIB
dr Vera Pravitasari (RADEN RORO/KP)
dr Vera Pravitasari (RADEN RORO/KP)

SEAKAN tidak peduli, masyarakat kerap saja percaya dengan kosmetik ilegal. Tidak memiliki izin edar, menawarkan khasiat instan.

Itulah yang dijelaskan Vera Pravitasari, dokter di salah satu klinik kecantikan di Samarinda. Sudah banyak pasien yang datang, mengeluhkan sakit atau gangguan kulit dari penggunaan produk kecantikan ilegal. “Beberapa pasien datang dengan kondisi kulit rusak akibat krim abal-abal,” sebut dia.

Ada juga pasien yang mengeluhkan munculnya stretch mark atau striae atrofi, guratan merah yang muncul di bagian tubuh yang dioles. Umumnya lengan dan paha atas. Setelah ditelusuri, ternyata si pasien menggunakan handbody racikan dosis tinggi. “Awalnya pasien denial atau tidak percaya jika krim itu penyebabnya,” lanjut Vera.

Guratan tersebut muncul tiba-tiba. Tidak gatal, tidak perih, tidak pula sakit. Pasien bingung. Ingin kulitnya kembali semula. “Terlambat, tidak bisa sembuh sama sekali,” kata Vera.

Dokter hanya bisa membantu untuk menyamarkan, itu pun pada kasus yang tidak terlalu berat. Dijelaskan jika penyebabnya adalah penggunaan kandungan steroid berlebih pada krim. Sebenarnya steroid boleh digunakan, namun perlu digarisbawahi yakni harus dalam pengawasan dokter. Penggunaannya sesuai kebutuhan.

Vera menjelaskan jika setiap pasien berbeda kondisi kulit. Ada yang membutuhkan steroid dalam jumlah tertentu. Penggunaan sesuai dosis dan ada proses tappering off. Penurunan dosis secara perlahan, dan tubuh menyesuaikan.

Nama lainnya adalah kortikosteroid. Merupakan obat antiperadangan. Bentuknya bermacam-macam, mulai suntik, oles, hingga minum. Bergantung kebutuhan pasien. Nah pada produk dengan embel-embel pemutih, umumnya ditemukan kandungan steroid tinggi.

Vera pun mengimbau masyarakat agar cerdas. Jangan tergiur janji memutihkan dalam waktu cepat. Sedangkan dalam dunia medis, tidak ada memutihkan, yang ada mencerahkan. Mengembalikan warna kulit semula.

“Makanya kalau ada yang konsultasi ingin putih, saya tidak janji ke pasien. Saya hanya bilang batas maksimal putih yang dia mau ya sesuai kondisi kulitnya. Penanganan pada kami itu proses bisa dua bulan, beda dengan janji produk ilegal yang bilang cuma seminggu bahkan hitungan hari,” paparnya.

Dia mengakui jika pasar produk pemutih instan selalu ada. Sebab, kondisi masyarakat dan konstruksi mengenai cantik harus putih masih diyakini. Nekat mesti sudah tahu akibatnya. Bisa jadi mengaku tak dapat efek samping ketika dipakai, padahal ada risiko jangka panjang yang tentu menyesal di kemudian hari.

Selain kandungan steroid, ada pula hydroquinone. Salah satu zat pemutih kulit dalam produk kecantikan. Dikatakan Vera jika penggunaannya dibatasi. Informasi mengenai hydroquinone itu yang akhirnya dimanfaatkan peracik. Dengan dosis tinggi, diklaim memutihkan dalam waktu cepat.

“Setahu saya di Indonesia itu 5 persen (batas maksimal penggunaan). Itu di bawah pengawasan dokter. Kandungannya di beberapa krim pencerah itu ada, tapi dosisnya rendah. Jika dosis tinggi, ya efeknya putih memang, tapi tidak aman,” jelas Vera.

Lebih lanjut efeknya bisa berupa melasma atau okronosis. Timbul flek hitam di wajah. Alih-alih ingin putih malah sebaliknya. Sebab itu, penggunaannya mesti diawasi ahli.

Kemudian ada juga merkuri. Bahan kimia ini seharusnya sudah tidak ada lagi dalam penggunaan krim. Sebab, memang penggunaannya dilarang.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Dewa 19 siap mengguncang Balikpapan, Minggu Ini

Sabtu, 27 April 2024 | 08:18 WIB

Raffi-Nagita Dikabarkan Adopsi Bayi Perempuan

Senin, 15 April 2024 | 11:55 WIB

Dapat Pertolongan saat Cium Ka’bah

Senin, 15 April 2024 | 09:07 WIB

Emir Mahira Favoritkan Sambal Goreng Ati

Sabtu, 13 April 2024 | 13:35 WIB
X