Lereng Utara Kelud, Kawasan Penting Sejarah Jawa (4)

- Jumat, 17 Juli 2020 | 11:38 WIB

Berbagai prasasti yang ditemukan bercerita tentang penganugerahan tanah perdikan. Bukti kegigihan nenek moyang mendukung pemerintah kerajaan.

 

Teknologi untuk mendukung kehidupan pada zaman dulu telah diterapkan oleh orang-orang di era klasik. Hingga sekarang teknologi itu masih bisa ditemukan. Sebagian besar adalah bukti sejarah instalasi pengairan.

Pemerhati Sejarah Novi Bahrul Munib mengatakan dari dulu air merupakan unsur sangat penting bagi kelangsungan kehidupan. Seperti di peradaban kuno wilayah Watak Paradah, nama kuno daerah yang kini menjadi Desa Siman, Kecamatan Kepung ini.

Nama itu tercatat dalam Prasasti Paradah II yang dikeluarkan Mpu Sindok pada 943 Masehi. Masa itu Sindok pertama kali memindahkan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Meski sebelumnya nama Kadiri sudah pernah disebutkan pertama kali di Prasasti Harinjing.

Kata Novi, prasasti yang saat ini berada di Dusun Bogorpradah, Desa Siman itu menjelaskan tentang sebidang tanah yang dijadikan sima. Itu untuk kepentingan pembuatan bangunan suci.

“Jadi sejak abad 8 sudah ada jejak perkampungan padat penduduk di sini,” jelasnya.

Selain Prasasti Paradah bukti lain adalah Prasasti Harinjing. Prasasti inilah yang kuat membuktikan adanya proyek besar instalasi pengairan. Yakni pembuatan bendungan serta sudetan sungai dengan melakukan rekayasa lingkungan. Tujuannya untuk kelangsungan hidup masyarakat setempat. Dari pembuatan proyek besar itulah maka pemerintah kerajaan saat itu memberikan anugerah berupa tanah sima atau bebas pajak.

Sementara ini, total ada lima prasasti yang pernah ditemukan dari kawasan tersebut. Namun tak semuanya telah diterjemahkan. Termasuk Prasasti Gneng I dan II yang belum sepenuhnya dilakukan alih bahasa. Namun rata-rata membahas tanah sima.

“Rekayasa lingkungan ini memang dibuat untuk kehidupan. Apalagi di daerah lereng utara Kelud memiliki tantangan lebih besar daripada di daerah lain yang cenderung datar,” jelasnya.

Karena itulah dia menyebut bahwa teknologi nenek moyang zaman dahulu sudah luar biasa. Terlebih kawasan Kecamatan Kepung saat ini dekat sungai besar dan gunung berapi. “Maka dari itu perlu adanya rekayasa. Beberapa contoh adalah dengan membuat terowongan bawah tanah untuk mencari sumber air. Makanya dahulu juga sudah ada ahli hidrologi atau pengairan,” jelasnya.

Hingga saat ini sisa-sisa kultur itu masih ada. Salah satunya adalah kultur menggunakan arung dalam mencari air. Kultur itu masih dipertahankan oleh masyarakat di Pulau Bali hingga akhir abad 20.

Rekayasa lingkungan lainnya tentang pengairan juga diterapkan untuk membangun beberapa sarana. Selain arung atau sungai bawah tanah, juga untuk membuat sudetan kali, dawuhan, atau waduk. Kemudian weluran atau sungai permukaan. Termasuk dalam pembuatan petirtaan juga perlu perhitungan matang. Mulai dari kondisi kemiringan lahan, keberadaan sumber air, koordinat, hingga pemilihan jenis tanah juga dipertimbangkan.

Bukti-bukti prasasti yang ditemukan di lereng utara Kelud tersebut menjadi penguat bahwa masyarakat di sana sangat mendukung pemerintah dalam pembangunan dan juga pertahanan perang. “Kasus-kasus mendukung pemerintah dalam mengembangkan pemerintahan itu dilakukan secara turun-temurun. Karena prestasi itulah maka pemerintah memberikan anugerah,” ungkapnya. (din/fud/bersambung)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Puncak Arus Balik Sudah Terlewati

Selasa, 16 April 2024 | 13:10 WIB

Temui JK, Pendeta Gilbert Meminta Maaf

Selasa, 16 April 2024 | 10:35 WIB

Berlibur di Pantai, Waspada Gelombang Alun

Senin, 15 April 2024 | 12:40 WIB
X