Terbaring lemas. Terlihat tulang hanya berbalut kulit. Bahkan untuk bergerak pun susah. Itu dialami Elisabet Bata. Bocah berusia 7 tahun yang mengalami gizi buruk. Bocah asal Kampung Melati Jaya, Kecamatan Gunung Tabur, itu hanya bisa terbaring pasrah di atas ranjang RSUD dr Abdul Rivai.
ROFINUS Bata (39) bercerita, anaknya menderita gizi buruk sejak usia 8 bulan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk anak ketiganya itu. Namun, penghasilannya sebagai petani tidak menentu. Bahkan, dia bekerja sebagai buruh serabutan tapi hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Rumah tanpa cat dinding ditinggali. Hanya berdinding kayu. Rumah untuk perlindungan dari terik panas dan hujan. Bersama istri dan keempat anaknya dia tinggal. “Saya terkadang kerja tak menentu. Penghasilan hanya cukup untuk makan sehari-hari,” ujarnya, pada Rabu (15/7).
Penghasilan sebagai petani tidak menentu. Dia tidak tahu mengapa anaknya sampai kekurangan gizi. Padahal makan teratur dan nafsu makannya tinggi. Dia tidak henti-hentinya berdoa agar penyakit anaknya segera berakhir. Dia bersyukur, biaya rumah sakit ditanggung Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). “Ditanggung tapi untuk kebutuhan sehari-hari saya tidak tahu lagi,” ujarnya.
Kesehariannya dihabiskan untuk menjaga sang anak, bergantian dengan istri. Tubuh kurus Elisabet harus dipaksa untuk mendapatkan cairan infus. Itu dilakukan untuk menaikkan berat badannya. Di usia menginjak 7 tahun, berat Elisabet hanya 7,8 kilogram (kg). Tentu bukan berat ideal badan seorang anak di usianya. “Untuk bergerak agak susah,” ujar Rofinus.
Wakil Bupati Berau Agus Tantomo yang mengetahui hal tersebut langsung menuju rumah sakit. Ia bersama komunitas motor menyerahkan bantuan uang tunai yang bisa digunakan kedua orangtua Elisabet untuk keperluan sehari-hari.
Agus tampak memerah matanya, tidak percaya yang dilihatnya. Masih ada warga Berau yang kekurangan gizi. Ia langsung menghubungi kepala Kampung Melati Jaya untuk mempertanyakan yang terjadi, hingga ada warganya yang kekurangan gizi. “Saya ke sini untuk memberikan bantuan. Semoga meringankan sedikit beban orangtua Elisabet,” katanya.
Agus tidak bisa meredam kekecewaan melihat anak umur 7 tahun harus terbaring lemah karena kekurangan gizi. Tangannya perlahan mengelus rambut Elisabet. Dia berusaha menahan air matanya. “Kalau ada apa-apa, atau butuh sesuatu segera hubungi saya,” ungkapnya kepada orangtua Elisabet.
Ia berada cukup lama di ruangan Anggrek, salah satu kamar tersebut ditempati Elisabet. Orang nomor dua di Bumi Batiwakkal itu tidak henti-hentinya meminta kepada orangtua Elisabet agar segera menghubungi dirinya jika memang butuh sesuatu. “Langsung telepon saya,” ujarnya.
Saat akan meninggalkan rumah sakit pelat merah tersebut, wabup sempat berhenti di bagian registrasi untuk mempertanyakan seluruh biaya perawatan sudah masuk Jamkesda atau belum. Perawat yang menjaga memastikan perawatan serta biaya rumah sakit sudah ditanggung.
“Jangan sampai ada lagi warga Berau yang kekurangan gizi,” pungkasnya. (*/hmd/dra/k16)