BALIKPAPAN – Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah menetapkan standar biaya rapid test. Sementara di lapangan, beberapa lembaga kesehatan masih mematok harga yang cukup tinggi. Hal ini pun menjadi cibiran masyarakat.
Menanggapi hal ini, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Kaltim turut memberi pandangan. Menurut yayasan ini, sudah seharusnya lembaga kesehatan mengikuti keputusan yang ditetapkan oleh Kemenkes.
"Oknum-oknum yang berbisnis di tengah kesulitan ini harus dihentikan. Saat ini, masyarakat sudah sangat terpukul dengan berkurangnya pendapatan. Bahkan beberapa ada yang sampai kehilangan pekerjaan," ujar Ketua YLKI Kaltim, Piatur Pangaribuan.
Dengan kenyataan ini, seharusnya tidak ada yang mengambil keuntungan pribadi. Pria yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Balikpapan ini menyebut mahalnya biaya rapid test adalah masalah klasik. Ia bahkan menyebut pihak kepolisian sudah seharusnya mulai bergerak.
"Termasuk KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Harusnya ikut turun untuk menuntaskan polemik ini," tandasnya.
Sebelumnya, permasalahan ini juga menjadi perhatian Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) IV Balikpapan.
Menurut Kepala Bidang Advokasi dan Penegakan Hukum KPPU IV Balikpapan Charisma, biaya rapid test yang dipatok fasilitas kesehatan cukup merogoh kantong.
Ia menjelaskan, berdasarkan penelitian di lapangan ada indikasi pelaku usaha mengubah perilakunya dalam menerapkan layanan. Berdasarkan data, di Balikpapan terdapat 16 fasilitas kesehatan yang menyediakan jasa rapid test. Biayanya pun bervariasi mulai dari Rp 400 ribu hingga Rp 750 ribu.
Biaya rapid test mahal disinyalir karena adanya penjualan rapid test secara paket dengan pemeriksaan kesehatan lainnya, di luar diagnosis Covid-19. Hal ini merupakan bentuk pelanggaran persaingan usaha, yakni perjanjian barang mengikat atau trying-in.
Karenanya, ia meminta masyarakat untuk melaporkan ke KPPU jika mendapati perilaku penjualan rapid test yang mahal. Pihaknya tidak segan memberi sanksi ke pelaku usaha terkait. Jika masih ada fasilitas kesehatan yang menerapkan skema paket mengikat, di mana saat rapid test harus menerapkan pemeriksaan lainnya, maka bisa masuk ranah penegakan hukum. (*/okt/ms/k15)