Di Kutai Timur, Konflik Perusahaan Sawit Mendominasi

- Rabu, 15 Juli 2020 | 10:24 WIB
ilustrasi
ilustrasi

SANGATTA–Permasalahan perkebunan sawit di Kutai Timur (Kutim) tampaknya tak pernah selesai. Termasuk konflik ketenagakerjaan yang terus terjadi. Sehingga, dibutuhkan peraturan bupati (perbup) yang dapat mengurai permasalahan tersebut.

Sejumlah perselisihan sangat memengaruhi. Kegiatan penelitian di beberapa kecamatan telah dilakukan.

"Data berapa kasus sawit di Kutim saya tidak hafal, tapi memang permasalahan perkebunan di sini (Kutim) sangat banyak, terutama ketenagakerjaan," ungkap Kepala Bappeda Kutim Edward Azran. Beberapa masalah kerap terjadi, terutama konflik antar-sumber daya manusia. Menurut dia, hanya perbup yang mampu menyekat dan mendeteksi sistem. "Supaya ada aturan yang berkaitan dan dapat mendeteksi masalah, perlu ada perbup yang memperjelas sistem pengupahan, status tenaga kerja, sistem kerja, dan permasalahan lain yang terus terjadi," ungkap mantan kadisperindag Kutim itu.

Ditemui terpisah, Sekda Kutim Irawansyah menyampaikan, banyaknya aduan pekerja di perkebunan sawit, yakni menuntut antara kewajiban dan hak. Sebab, peraturan yang berlaku di perusahaan perkebunan kerap dikeluhkan pekerja, terutama pekerja harian lepas. "Perbup harus disesuaikan, karena sudah ada saran penelitian dari salah satu kampus di Malang. Mereka meneliti di sini dan mengajukan delapan poin. Kami belum bisa menyatakan itu, tapi bisa jadi saran pemerintah," ucapnya.

Irawan menyebut akan berupaya mencari jalan keluar untuk menyelesaikan konflik dunia usaha dengan melaksanakan duduk bersama. Namun, permasalahan serupa masih terjadi. Terlebih, perusahaan sawit di Kutim cukup banyak. "Kami sudah sering duduk bareng. Kemudian dengan adanya delapan usulan dari penelitian, yang baik akan diperhitungkan," tambah Irawan.

Sejumlah perkara pernah terjadi, salah satunya aksi mogok puluhan buruh PT WTC dan berbuntut pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dari perusahaan, lantaran dianggap bukan karyawan lagi. Tak hanya itu, para buruh yang terkena PHK langsung diusir dari tempat mereka di Kecamatan Karangan.

Hal tersebut dipicu aksi mogok para buruh, beberapa bulan lalu. Ratusan warga merasa pemotongan sepihak upah karyawan perusahaan dianggap tidak adil. Terlebih, pemangkasan gaji itu digadang-gadang digunakan untuk pembayaran pajak, BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Padahal, menurut mereka, saat berobat buruh harus membayar pribadi. Banyak pula permasalahan lain yang terus diperbaiki. (*/la/dra/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X