SAMARINDA–Jumlah tenaga pengajar jadi permasalahan klasik yang tak kunjung usai. Termasuk di Kota Tepian, tenaga pengajar dianggap masih jauh dari harapan. Seleksi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) ditiadakan tahun ini. Sedangkan setiap tahunnya, ada para tenaga pendidik yang memasuki masa pensiun.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Samarinda Asli Nuryadin menjelaskan, setidaknya Samarinda mengalami kekurangan 1.300 guru berstatus aparatur sipil negara (ASN). Kegiatan belajar-mengajar (KBM) selama ini masih mengandalkan tenaga pengajar honorer. "Sebenarnya sangat kekurangan, tapi dibantu sama honorer, kalau andalkan ASN aja ya kurang. Tapi selayaknya ASN," ucap Asli.
Meski adanya kekurangan tenaga pendidik, Asli mengatakan tidak akan melakukan penambahan. Guru honorer yang ada saat ini sudah mencukupi untuk menjalankan KBM. Selain itu, adanya penambahan tenaga pengajar, akan membebani anggaran, sedangkan anggaran saat ini banyak dialihkan ke penanganan Covid-19.
"Kalau ada penambahan kan tambah biaya lagi. Artinya dibantu tenaga honorer saat ini sudah cukup sementara," ucapnya. "Tapi kasihan kesejahteraan mereka (honorer) sangat terbatas," sambungnya.
Disinggung pelaksanaan KBM tatap muka, Asli mengatakan, belum bisa dilakukan untuk awal tahun ajaran baru, tepatnya Senin (13/7). Lantaran masih bertentangan dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Agama (Menag), Menteri Kesehatan (Menkes), dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Pada Tahun Ajaran dan Tahun Akademik Baru di Masa Pandemi Covid-19.
Dalam SKB tersebut, sekolah mulai jenjang pendidikan usia dini hingga menengah yang berada di zona kuning, zona oranye, zona merah dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan.
"Keputusan kan ada di Ketua Satgas, yaitu pak wali kota, jadi kami masih menunggu perintah," imbuhnya. Belum adanya keputusan soal aktivitas pembelajaran secara langsung, membuat KBM via daring kembali dilakukan sementara.
"Kita pantau perjam, tapi masalahnya kondisi Covid-19 malah bertambah. Makanya pendidikan itu paling terakhir dibukanya, karena bisa membahayakan banyak nyawa," kuncinya. (*/dad/dra/k8)