Neraca Perdagangan Kaltim Sentuh Titik Terendah

- Sabtu, 11 Juli 2020 | 10:48 WIB
CARI SOLUSI: Kegiatan bongkar muat.
CARI SOLUSI: Kegiatan bongkar muat.

SAMARINDA–Neraca Perdagangan Kaltim tetap menunjukkan nilai positif (surplus). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Mei 2020, neraca perdagangan Kaltim surplus sebesar USD 0,89 miliar. Sayangnya, angka ini mengalami penurunan dibanding April 2020 yang surplus sebesar USD 1,02 miliar. Bahkan jika dilihat sejak 2019, neraca perdagangan Kaltim menyentuh titik terendah.

Kepala BPS Kaltim Anggoro Dwitjahyono mengatakan, neraca perdagangan yang surplus menandakan ekonomi suatu daerah lebih baik. Sayangnya, di Kaltim jika dilihat dari struktur ekspornya masih didominasi barang mentah. Sehingga surplus selama ini masih lemah lantaran ekspor masih didominasi migas dengan barang mentah.

Jika dilihat secara kumulatif dari Januari–Mei 2020, neraca perdagangan Kaltim tercatat surplus sebesar USD 4,98 miliar, angka ini mengalami penurunan 15 persen jika dibandingkan periode yang sama pada 2019 yang surplus sebesar USD 5,88 miliar. “Neraca perdagangan secara nilai sudah sangat baik. Namun masih minim ekspor komoditas yang memiliki nilai tambah,” ungkapnya, Jumat (10/7).

Dia menjelaskan, saat ini belum ada komoditas yang digerakkan untuk hilirisasi dalam jumlah besar. Mungkin sudah ada, tapi kontribusi secara angka masih sangat kecil. Ini butuh keseriusan pemerintah daerah untuk meningkatkan hilirisasi agar neraca perdagangan stabil. “Yang terpenting itu kestabilan. Namun ekspor yang tergantung pada satu sektor akan membuat neraca perdagangan mudah menurun jika sektor itu sedang lemah,” tegasnya.

Ditemui terpisah, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, untuk daerah ekspor oriented seperti Kaltim hilirisasi merupakan jalan keluar satu-satunya. Selama ini, Kaltim hanya mengekspor barang dengan nilai tambah yang rendah, sehingga banyak hambatannya.

“Komoditas minim nilai tambah, sangat bergantung pada harga internasional. Sehingga yang dibutuhkan nilai tambah agar komoditas kita punya harganya sendiri, dan tidak mudah anjlok,” katanya.

Dia menjelaskan, diversifikasi produk memang sangat penting untuk menjaga nilai ekspor. Kaltim selama ini memiliki nilai ekspor yang sangat tinggi, namun sangat rentan. Fluktuasi neraca perdagangan tentunya tidak bisa dihindari, ketika satu sektor yang menjadi andalan ini sedang menurun. Banyak potensi yang belum digarap maksimal di Kaltim.

Contohnya, Kaltim memiliki ekspor crude palm oil (CPO) yang sangat banyak. Harga CPO saat ini terus menurun sedangkan harga minyak goreng tetap. Sudah terlihat, bahwa industri minyak goreng memiliki biaya produksi yang sama, harga jual yang sama tapi membeli bahan yang murah. Berarti margin keuntungan industri ini meningkat, saat harga CPO anjlok.

“Ini menjadi salah satu bukti, jika bermain di level hilir nilai jualnya jauh lebih tinggi. Apalagi jika produk itu diekspor, maka akan menambah nilai neraca perdagangan daerah tersebut,” pungkasnya. (ctr/ndu/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Akhir Maret Arus Mudik dari Pontianak Mulai Naik

Senin, 18 Maret 2024 | 15:00 WIB

Menu ala Timur Tengah di Four Points Balikpapan 

Sabtu, 16 Maret 2024 | 16:10 WIB
X