Kemenkes Curiga Ada Komersialisasi Rapid Test

- Jumat, 10 Juli 2020 | 13:33 WIB
ilustrasi pelaksanaan rapid tes
ilustrasi pelaksanaan rapid tes

JAKARTA – Harga rapid test di pasaran dinilai tak wajar sehingga membuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan surat edaran (SE) pada 6 Juli lalu. Beberapa layanan kesehatan sudah mengikuti aturan yang berlaku. Meski dirasakan tarif tersebut membuat rugi.

Dirjen Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan Bambang Wibowo kemarin (9/7) mengungkapkan alasan dia mengeluarkan surat edaran nomor HK.02.02/I/2875/2020. Dia melihat ada komersialisasi rapid test di lapangan. Sehingga perlu mengatur tarif yang ada. ”Kalau harganya Rp 75 ribu, cukup tidak?” kata Bambang.

Dia menuturkan bahwa harga maksimal yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehetan tidak membuat faskes rugi.Pihaknya telah menghitung ongkos produksi dan kewajaran di lapangan. Kemenkes melalui surat edarannya mengatakan bahwa harga rapid test di layanan kesehatan maksimal Rp 150 ribu. Selain itu, dengan harga itu akan terjadi kemudahan akses bagi seluruh masyarakat. Artinya tidak memberatkan. ”Dengan surat edaran kami mendorong faskes dan produsen berpihak pada situasi seperti ini (pandemic Covid-19),” ungkap Bambang.

Bambang juga meminta agar tidak melihat dari satu sisi saja. Sebab pemerintah sudah memberikan insentif kepada tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan yang menangani Covid-19.

Beberapa haris setelah SE tersebut dikeluarkan, Bambang mendapat laporan bahwa sudah banyak faskes yang menurunkan harga rapid testnya. Lalu apa sanksi bagi yang bandel? Bambang tak menjawab dengan pasti. Menko PMK Muhadjir Effendy yang justru menegaskan. Dalam kesempatan yang sama, Muhadjir megatakan bahwa sanksi ada berbagai macam. Mulai dari teguran hingga sanksi administratif lainnya.

Di lapangan, rumah sakit pun mulai mengikuti imbauan Kementerian Kesehatan untuk menyamakan standar harga rapid test. Misalnya rumah sakit yang ada di bawah Eka Hospital Group. Grup yang memiliki empat rumah sakit di beberapa kota besar ini mulai menerapkan biaya Rp 150 ribu untuk rapid test.

Public Relation Eka Hospital Group Erwin Suyanto menjelaskan bahwa biaya ini sama dengan modal operasional mereka. Sebelumnya rumah sakit ini memberlakukan tarif pasaran Rp 350 ribu. "Pasar ada yang Rp 500 ribu, Rp 480 ribu, kita usahakan selalu paling murah," jelas Erwin kemarin.

Meski sudah terbilang cukup terjangkau, namun Eka tetap mengikuti imbauan Kemenkes sesuai SE Nomor HK.02.02/1/2875/2020. Per Rabu (8/7), rumah sakit ini telah menetapkan tarif baru Rp 150 ribu. Di antara modal tersebut, Erwin menyebutkan rumah sakitnya menggunakan bahan baku impor dari Prancis. Sehingga harga bahan baku yang didapat berkisar Rp 78-80 ribu tergantung nilai dolar.

Jawa Pos juga menelusuri beberapa RS yang menyediakan layanan rapid tes. Salah satunya adalah RS Hermina Daan Mogot Jakarta Barat. Wartawan koran ini sebagaimana masyarakat umum menghubungi nomor RS dan berbicara dengan customer service. Pihak CS memberikan penjelasan yang cukup lengkap.

Di antaranya, RS hermina Daan Mogot menyediakan layanan rapid tes 24 jam setiap hari. hasilnya akan diketahui dalam waktu 2-3 jam. Ketika disinggung mengenai biaya, pihak CS juga memberikan keterangan yang jelas. ’’Biayanya kena Rp 150 ribu untuk rapid tes,’’ terangnya. Bila disertai dengan surat keterangan, ada biaya tambahan Rp 50 ribu.

Jawa Pos juga mengecek RS lain. yakni RS Medika BSD di Serpong, Banten. Website resmi RS tersebut saat dicek pukul 19.00 tadi malam mencantumkan biaya rapid test sebesar Rp 350 ribu. Disertai dengan jam layanan pemeriksaan di hari kerja dan akhir pekan.

Ada yang mematuhi, ada juga yang memprotes kebijakan ini. Diantaranya disampaikan oleh Asosiasi Klinik Indonesia (Asklin). Ketua Umum Asklin Dr Eddi Junaidi SpOG SH Mkes mengatakan mereka bersiap menyurati Kemenkes.

Eddi mengatakan ada sekitar seribu klinik yang tercatat tergabung di Asklin. Dia menjelaskan surat yang akan dikirim isinya mempertanyakan kok bisa Kemenkes membuat patokan harga maksimal rapid test Rp 150 ribu. Keputusan ini tentu dapat memberatkan klinik atau fasilitas kesehatan lainnya.

Dia mencontohkan banyak klinik atau RS yang sudah membeli rapid test dalam jumlah besar dan dengan harga lebih dari Rp 100 ribu. ’’Saya contohnya sudah beli rapid test untuk 200 pemeriksaan. Harga alatnya Rp 200 ribu,’’ katanya kemarin. Lantas jika sekarang dipaksa untuk mematok harga Rp 150 ribu, tentu tidak masuk akal.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Garuda Layani 9 Embarkasi, Saudia Airlines 5

Senin, 22 April 2024 | 08:17 WIB
X