Wacana Pencabutan Hak Politik ASN Menguat

- Jumat, 10 Juli 2020 | 13:29 WIB
ilustrasi
ilustrasi

JAKARTA - Pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) seolah telah menjadi bagian dari pelaksaan pemilihan umum di Indonesia. Tak terkecuali Pilkada. Setiap pelaksanaan, pelanggaran ASN selalu ditemukan dan sulit untuk dihindari. 

Data Badan Pengawas Pemilu mencatat, angkanya terus naik dari tahun ke tahun. Dari 29 kasus di 2015, 55 kasus di 2016, 52 kasus di 2017, 507 kasus di 2018, dan 990 kasus di 2019. "Di tahun 2020 sejauh ini sudah 369 kasus," kata peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Dian Permata, (9/7).

 Terus terjadinya kasus pelanggaran netralitas membuat wacana pencabutan hak politik terhadap ASN muncul di publik. Survei yang dilakukan SPD di tahun 2020 menyebut, 28 persen responden menyatakan setuju hak politik ASN dicabut seperti TNI/Polri. "Masih di bawah 30 persenan. Namun, ini harus dicermati," imbuhnya.

 Jika kasus netralitas terus terjadi dan menjadi konsumsi publik, angka persetujuan terhadap pencabutan hak politik bisa terus meningkat. Hal itu sejalan dengan Basil Survei SPD lainnya di mana juga 84 persen masyarakat setuju agar ASN netral dalam pemilu. 

Begitu juga soal keterlibatan ASN dalam menyukseskan perhelatan pemilu. Publik masih menaruh harapan agar ASN dapat berperan maksimal dalam kontestasi elektoral tanpa menanggalkan marwah sebagai aparatur negara. 

Dian menilai, besarnya kepercayaan publik terhadap ASN harus dipertahankan. Jika ASN masuk dalam pusaran politik dan mengakibatkan tidak netral, niscaya publik akan mengecam. "Karena publiklah yang terkena imbas. Pelayanan menjadi tidak maksimal," tuturnya. 

Di Pilkada 2020, Dian memprediksi pelanggaran netralitas ASN akan marak terjadi di dunia maya. Hal itu tak lepas dari kebijakan pembatasan aktivitas fisik dan dimaksimalkannya perangkat teknologi dalam kampanye. 

Sementara itu, anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja mengatakan, ASN memang jadi kelompok yang "empuk" untuk dimanfaatkan. Khususnya oleh para petahana. Dari sisi struktur, ASN tersebar dari tingkat kepala dinas hingga staf kelurahan. Untuk posisi tertentu, bahkan bisa memobisilasi."Contoh yang bisa kumpulkan RT/RW, Parpol ga bisa tapi pak lurah bisa," ujarnya. 

Selain itu, ASN di pos-pos tertentu juga punya fungsi yang strategis dan mempunyai akses untuk memanfaatkan fasilitas negara. "Belum lagi di masyarakat pengaruhnya kuat. Kl sudah ASN jadi reverensi kesuksesan. Omongannya didengar masyarakat," imbuhnya.  

Sementara itu, Ketua KASN Agus Pramusinto mengatakan, upaya untuk mencegah pelanggaran netralitas akan terus dilakukan. Selain sosialisasi yang terus dilakukan, pihaknya juga menggandeng Kementerian/lembaga untuk meningkatkan strategi pencegahan maupun penindakannya.

 Dia mengingatkan para ASN untuk tidak bermain-main dengan netralitas. Jika tidak, sanksi akan dijatuhkan. "99 ASN sudah ditindaklanjuti penjatuhan sanksi," ujarnya. Di luar itu, masih ada 283 ASN yang sedang menunggu dijatuhkan sanksi karena sudah terbukti melanggar. Serta ada banyak lagi yang sedang diteliti rekomendasi dari Bawaslu. (far)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Ibu Melahirkan Bisa Cuti hingga Enam Bulan

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:30 WIB

Layani Mudik Gratis, TNI-AL Kerahkan Kapal Perang

Selasa, 26 Maret 2024 | 09:17 WIB

IKN Belum Dibekali Gedung BMKG

Senin, 25 Maret 2024 | 19:00 WIB

76 Persen CJH Masuk Kategori Risiko Tinggi

Senin, 25 Maret 2024 | 12:10 WIB

Kemenag: Visa Nonhaji Berisiko Ditolak

Sabtu, 23 Maret 2024 | 13:50 WIB

Polri Upaya Pulangkan Dua Pelaku TPPO di Jerman

Sabtu, 23 Maret 2024 | 12:30 WIB

Operasi Ketupat Mudik Dimulai 4 April

Sabtu, 23 Maret 2024 | 11:30 WIB

Kaji Umrah Backpacker, Menag Terbang ke Saudi

Jumat, 22 Maret 2024 | 20:22 WIB
X