Dinasti Politik Buka Peluang Korupsi Merasuk

- Jumat, 10 Juli 2020 | 11:50 WIB
-
-

Kasus suap yang dibongkar KPK di Kutai Timur (Kutim) adalah contoh nyata nepotisme telah menyebabkan korupsi yang merugikan keuangan negara.

 

SAMARINDA–Kasus dugaan suap yang berujung penetapan tersangka terhadap Bupati Kutim Ismunandar dan istrinya, Encek UR Firgasih yang juga menjabat ketua DPRD Kutim, membuka mata bahwa praktik dinasti politik di daerah begitu kuat. Pucuk pimpinan legislatif dan eksekutif diisi oleh suami-istri. Undang-undang memang tak secara eksplisit melarang adanya dinasti politik. Tetapi, keberadaan dinasti politik memegang risiko terjadinya penyalahgunaan kekuasaan.

Dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Orin Gusta Andini mengatakan, ketika sebuah keluarga memegang puncak kepemimpinan eksekutif maupun legislatif, maka tak ada yang mengawasi. Mengutip dari Artidjo Alkostar (eks hakim MA yang kini menjabat Dewan Pengawas KPK), Orin mengatakan, korupsi politik selalu berusaha mempertahankan dan memperpanjang kekuasaan. Juga, mengontrol sosial politik yang menjalankan fungsi pengawasan.

"Sedangkan, kalau kekuasaan itu inginnya pasti terus dipertahankan," ucapnya dalam diskusi ”Politik Dinasti dalam Pilkada dan Potensi Korupsi di Daerah” yang digagas Fakultas Hukum Unmul, Kamis (9/7). Tetapi, lanjut dia, dinasti politik tidak harus keluarga inti. Menurut dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Unmul Solihin Bone, keberadaan dinasti politik erat kaitannya dengan oligarki kekuasaan. Hal itu tak lepas dalam sistem politik yang ada saat ini.

Ketika oligarki tumbuh subur, maka susah untuk mewujudkan good governance alias pemerintahan yang baik. "Dengan oligarki, bibit korupsi itu tumbuh subur," ungkapnya. Menurut dia, seharusnya partai politik menjadi wadah edukasi politik yang baik. Namun saat ini hal tersebut belum terjadi. Ada ongkos politik yang harus dibayar. Apalagi ketika hendak menggunakan partai politik untuk maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada).

Kiwari, momen pemilihan umum ataupun kepala daerah menjadi hal penting. Dengan meraup suara sebanyak-banyaknya seseorang bisa menjadi puncak pimpinan legislatif ataupun eksekutif di suatu wilayah. Entah si calon berkompeten mengurus suatu daerah atau tidak. Selama suara dan elite politik bisa dirangkul, jalan mulus mulai terbuka. Adanya pemilihan kepala daerah atau pilkada ini sebenarnya adalah upaya agar politik Indonesia semakin demokratis.

Diungkapkan dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unmul Budiman, pilkada merupakan satu cara agar semua masyarakat bisa terlibat dalam demokrasi. Tetapi kenyataannya tidak semudah itu untuk mencapai demokrasi yang baik. Budiman mencontohkan, ketika dia melakukan penelitian di Kutai Kartanegara (Kukar). Di kabupaten ini, semua penggerak demokrasi lengkap.

"Tetapi, pilkada mendorong dinasti politik di daerah pewarisan politik berdasarkan keluarga golongan, ada semacam raja-raja baru yang menggerogoti sumber daya alam," ucap Budiman. Alat kekuasaan justru menjadi alat pemaksa. Pemodal merapat, mahasiswa merapat, tokoh masyarakat merapat, tokoh agama merapat, bahkan akademisi merapat pada penguasa. Maka tidak terbuka ruang untuk mereka yang kompeten.

Dalam kesempatan sama, dosen Hubungan Internasional FISIP Unmul Sony Sudiar mengatakan oligarki tak lagi memikirkan apa kebutuhan masyarakat. Tetapi oligarki melahirkan dinasti politik dan hal ini menjadi penyakit demokrasi. Melawan dinasti politik bukan perkara mudah. Contohnya Filipina, disebut Sony negara ini memiliki kondisi yang kurang lebih sama seperti Indonesia. Tetapi Filipina pernah melangkah sedikit maju dengan merancang undang-undang anti-politik dinasti.

"Tetapi sayang, Mahkamah Agung Filipina menolak. Alasannya karena tidak adanya undang-undang anti-politik dinasti yang diperintahkan oleh Konstitusi Filipina," terangnya. Dia melanjutkan, mungkin ada beberapa langkah konkret bagaimana cara merontokkan oligarki politik. Salah satunya dengan edukasi politik. Ini seharusnya adalah tugas partai politik. Tetapi sejauh ini kita lihat ternyata banyak kegagalan dalam edukasi politik.

Sementara itu, dalam keterangan persnya, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kutai Timur Ismunandar dan Ketua DPRD Encek Unguria R Firgasih yang merupakan pasangan suami-istri membongkar praktik relasi dinasti politik di daerah. KPK menetapkan tujuh tersangka terkait kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Kutim.

“Ini membuktikan bahwa pengaruh kuat nepotisme terhadap korupsi. Kutai Timur contoh nyata nepotisme telah menyebabkan korupsi yang merugikan keuangan negara sangat terang benderang dan betapa lancarnya korupsi di Kutai Timur,” kata Firli dikonfirmasi, Senin (6/7). Jenderal polisi bintang tiga itu menuturkan, politik dinasti berawal dari proyek yang disusun Pemkab Kutim yang tentunya tak lepas dari peran kepala daerah. Dia menduga, proyek tersebut disetujui ketua legislatif.

“Proyek dikerjakan Dinas PUPR dan Diknas. Bupati Kutim menjamin tidak ada relokasi anggaran di Diknas dan PUPR karena Covid-19 dan fee proyek ditampung oleh kepala BPKAD dan kepala Bapenda untuk kepentingan bupati Kutai Timur,” terang Firli. Dia menyebut, dalam memberantas korupsi, perlu peran andil dan dukungan semua pihak eksekutif, legislatif, yudikatif dan seluruh anak bangsa dalam perbaikan sistem secara menyeluruh.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X