Bambang Iswanto
Dosen Institut Agama Islam Negeri Samarinda
BERITA Presiden Joko Widodo (Jokowi) marah di Istana Negara menjadi heboh. Kehebohannya lama, berhari-hari. Bahkan sudah lebih dua pekan berlalu, kemarahan presiden masih menjadi berita panas dan terus diperbincangkan. Terlebih ketika dihubungkan dengan aspek politik. Buntutnya semakin panjang.
Berbeda dengan marahnya seorang ibu-ibu di rumah. Setengah jam sudah reda dan tidak ada spekulasi apapun dari kemarahan seorang ibu rumah tangga. Karena kemarahan yang mungkin bersifat rutin dan ruang lingkupnya yang tidak jauh dari persoalan “kenakalan” anak-anak atau yang paling berat persoalan uang belanja.
Ketika presiden marah, banyak spekulasi yang muncul. Ada pengamat yang mengatakan, kemungkinan ada reshuffle kabinet. Sebagian pengamat lain menyebut, marahnya presiden sebagai bentuk ekspresi kejengkelan yang tidak bisa mengendalikan pembantu-pembantunya.
Masih banyak tafsir lain yang lahir dari marah presiden. Bahkan ada yang berkomentar dengan nada guyon, bahwa presiden marahnya sangat serius dan direncanakan karena menggunakan teks.
Di lain sisi, tidak sedikit yang berkomentar bahwa marahnya pimpinan eksekutif tertinggi negara adalah hal yang wajar dan tidak akan ada reshuffle kabinet. Wajar karena melihat para pembantunya di kabinet dan lembaga tidak bekerja maksimal serta terkesan masih santai dalam situasi pandemi.
Padahal presiden menginginkan harus ada kerja extraordinary pada masa yang tidak biasa. Wajar juga marah, karena alur anggaran yang harusnya sudah keluar dan digunakan oleh masyarakat serta warga negara yang berjumlah 267 juta, baru tersalurkan 1% lebih dari total Rp 75 triliun yang dianggarkan.
Begitulah orang penting dan terkenal seperti artis, para pesohor, tokoh, dan lain-lain. Seluruh gestur tubuh dan sikapnya selalu menarik untuk diamati. Dari cara marah, ekspresi ketika marah, tingkat kemarahan, sampai spekulasi buntut kemarahannya.
Jangankan persoalan marah, hal-hal remeh temeh yang tidak penting dari orang yang dianggap penting oleh sebagian orang, menarik untuk diamati seperti cara berjalan, dan tertawa, sampai urusan tidak penting seperti ukuran baju, sepatu, dan seterusnya. Apalagi ini urusan marah. Sikap emosional yang muncul dari ketidaksinkronan keinginan dan harapan. Pasti dianggap hal yang serius bagi orang yang marah.
Dalam tulisan ini, saya tidak membahas lebih lanjut tentang marahnya presiden, terlebih menafsirkan kemarahan presiden. Apalagi sampai menyimpulkan konsekuensi politis dari marahnya presiden. Sudah banyak bahasan tentang hal tersebut, baik pro dan kontra. Dan semua memiliki kesimpulan tersendiri tentang marahnya beliau dan waktu yang akan menjawab, apakah betul analisis yang diberikan oleh para pengamat atau tidak.
LEVEL DAN ADAB MARAH