MA Klaim Tak Menyalahi Aturan

- Kamis, 9 Juli 2020 | 14:39 WIB

JAKARTA -- Putusan Mahkamah Agung soal uji materi PKPU 5/2019, khususnya pasal 3 ayat (7), sempat menimbulkan polemik kemarin. Terutama karena MA dianggap telat mengunggah putusan itu untuk diakses oleh publik. Menanggapi hal tersebut, Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro menegaskan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar dengan pengunggahan dokumen putusan itu bulan ini. Pengunggahan yang dirasa telat murni karena hambatan yang dialami staf direktori MA. 

"Sebenarnya tidak ada apa-apa. Lantas kalau kami mengatakan karena alasan kesibukan mengingat banyaknya perkara yang ditangani MA, tentu alasan klasik," jelas Andi secara tertulis (8/7). 

Dia melanjutkan, yang terpenting adalah selesainya penanganan perkara tersebut. Merujuk pada Surat Keputusan Ketua MA (SK KMA) Nomor 214/KMA/SK/XII/2014 tentang jangka waktu penanganan perkara di MA, jangka waktunya masih dalam koridor. 

Andi menjelaskan bahwa SK tersebut mengatur jangka waktu penanganan perkara ditargetkan 250 hari sejak perkara didaftarkan. Perkara uji materi PKPU ini didaftarkan pada 13 Mei 2019 dan sudah selesai 28 Oktober 2019, atau sekitar 130 hari. Dokumen itu pun langsung dikirim ke pengadilan pengaju setelah diterbitkan nomor putusan. 

Di sisi lain, lamanya pengunggahan ini juga dipengaruhi produktivitas lembaga yang menurun akibat protokoler kesehatan selama pandemi. "Dalam beberapa bulan terakhir ini kami menaati protokoler kesehatan," tutupnya.  

Sementara itu, peneliti lembaga Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Ihsan Maulana menyoroti putusan MA yang menyebut Pasal 3 ayat (7) PKPU 5/2019 tidak sesuai dengan Pasal 416 UU Pemilu dan Pasal 6A ayat (3) UUD 1945. Dia menilai, dalam putusan itu MA tidak mempertimbangkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor No 50 tahun 2014 dan diperkuat dengan Putusan MK Nomor Nomor 36 2019.

 Dalam putusannya, MK sudah menafsirkan makna yang terkandung di dalam Pasal 6A ayat (3) dan ayat (4). Dalam putusan itu, MK menyebut bahwa ketentuan Pasal 416 harus dimaknai apabila terdapat lebih dari dua pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Sementara dalam hal hanya dua paslon, yang terpilih adalah paslon yang memperoleh suara terbanyak. 

"Sehingga tidak perlu dilakukan pemilihan langsung oleh rakyat pada pemilihan kedua," ujarnya. Ihsan menambahkan, semestinya putusan MK sebagai penafsir konstitusi dijadikan pijakan oleh MA. Sebab, putusan MK merupakan putusan yang bersifat final dan mengikat untuk menguji UU terhadap UUD 1945. 

Selain itu, Ihsan juga menilai pengujian sudah daluarsa. Sebab pasal 76 UU Pemilu telah mengatur secara jelas bahwa gugatan terhadap Peraturan KPU dapat diajukan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak PKPU diundangkan. Dengan demikian, jika PKPU 5/2019 dikeluarkan oleh KPU pada Senin, 4 Februari 2019, maka daluwarsa waktu pengujian PKPU 5/2019 adalah hari Selasa, 19 Maret 2019. "Namun ketentuan Pasal 76 UU Pemilu dikesampingkan oleh MA," tuturnya. 

Dia menilai pengabaiaan dapat berdampak buruk terhadap konsep penegakan hukum pemilu di Indonesia. Di mana pemberian limitasi waktu pengujian PKPU di dalam UU Pemilu dimaksudkan untuk disesuaikan dengan tahapan pemilu yang sedang berjalan. "Justru membuka ruang timbulnya ketidak pastian hukum yang baru dalam penegakan hukum pemilu di Indonesia," pungkasnya. (Deb/far)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

THR-Gaji Ke-13 Cair Penuh, Sesuai Skema Kenaikan

Minggu, 17 Maret 2024 | 07:45 WIB

Ini Dia Desa Terindah nan Memesona di Jawa Tengah

Sabtu, 16 Maret 2024 | 10:25 WIB

Cuaca Ekstrem Diprakirakan hingga Mudik Lebaran

Jumat, 15 Maret 2024 | 10:54 WIB
X