Beijing Akhirnya Nol Kasus Baru, 24 Negara Bagian di AS Tunda Buka Perbatasan

- Kamis, 9 Juli 2020 | 11:28 WIB
Siswa sekolah di Beijing dengan menggunakan masker bersiap mengikuti simulasi pembelajaran di sekolah (WANG ZHAO / AFP)
Siswa sekolah di Beijing dengan menggunakan masker bersiap mengikuti simulasi pembelajaran di sekolah (WANG ZHAO / AFP)

BEIJING– Tiongkok bisa bernapas lega. Kemarin (7/7), tidak ada kasus penularan Covid-19 baru di Beijing sejak klaster Pasar Xinfadi ditemukan 11 Juni lalu. Tiongkok yang takut bakal terjadi penularan gelombang kedua langsung menguntara sejumlah wilayah. Langkah tersebut terbukti berhasil. Sekitar 5 ribu orang yang dikarantina terkait klaster Xinfadi juga sudah dipulangkan kemarin.

Pemerintah sudah melakukan uji penularan virus SARS-CoV-2 pada setidaknya 11 juta orang. Itu setara dengan separo populasi di Beijing. Total, ada 335 orang yang dinyatakan positif dari klaster Pasar Xinfadi. Jumlah tersebut terbilang kecil. Tapi, karena terjadi di ibu kota, itu menjadi pertaruhan wajah bagi Tiongkok. Jangan sampai mereka malu dua kali. Tiongkok dan WHO harus menerima banyak hujatan karena tidak bisa mengontrol penularan di Wuhan.

’’Nol penambahan kasus tidak berarti nol risiko,’’ ujar Wakil Direktur Pusat Kontrol Penyakit Menular Beijing Pang Xinghuo seperti dikutip Agence France-Presse. Mereka belum bisa menentukan apakah beberapa hari ke depan juga tidak akan ada penularan. Sebab, saat ini masih ada 31 pasien tanpa gejala alias OTG yang dikarantina.

Apa pun itu, berita tersebut tetaplah melegakan. Terlebih di hari yang sama jutaan siswa di Beijing dan kota-kota di sekitarnya menghadiri ujian nasional untuk masuk perguruan tinggi. Ujian tersebut sempat ditunda dan siswa yang biasanya ikut banyak kursus harus rela belajar online saja.

Nasib sebaliknya dirasakan negara saingan Tiongkok, Amerika Serikat (AS). Penularan di AS ibarat tsunami yang sulit dibendung. Setelah Texas, kini rumah sakit di Florida juga mulai kehabisan tempat tidur di rumah sakit. Badan Administrasi Perawatan Kesehatan (AHCA) mengungkapan, ICU di 43 rumah sakit sudah penuh. Sebanyak 32 rumah sakit lain kapasitas ICU-nya hanya 10 persen atau bahkan kurang.

’’Saya melihat statistik dan semuanya sangat suram,’’ ujar Wali Kota Miami, Florida, Francis Suarez seperti dikutip CNN. Sebanyak 24 negara bagian akhirnya membatalkan rencana untuk membuka perbatasannya karena lonjakan kasus tersebut. Kematian di AS bahkan sudah tembus 130 ribu orang. Kepala penyakit menular di Massachusetts General Hospital Dr. Rochelle Walensky menegaskan bahwa situasi di AS sekarang ini seperti terjun bebas ke titik terburuk.

’’Anda lihat yang terjadi akhir pekan lalu. Entah orang-orang naif dengan tindakannya ataukah mereka hanya pasrah dan abai,’’ ujarnya. Itu merujuk pada warga AS yang berdesak-desakan di pantai dan taman-taman sepanjang akhir pekan dan mengabaikan protokol kesehatan.

Nasib serupa dialami India. Sebagai negara dengan sanitasi yang buruk, virus SARS-CoV-2 berkembang dengan pesat di negara tersebut. Orang yang tidak bertanggung jawab malah memborong obat yang biasa digunakan untuk pasien Covid-19 dan menjualnya di pasar gelap. Yaitu, remdesivir dan tocilizumab. Dua obat itu kini langka. Pasien yang diminta membeli obat tersebut tak bisa menebusnya di mana pun.

’’Setelah menelepon berulang-ulang, saya akhirnya membayar 7 kali lipat dari harga normal obat tersebut,’’ ujar Abhinav Sharma seperti dikutip BBC. Pamannya yang terkena Covid-19 mengalami sesak napas dan membutuhkan obat tersebut.

Sementara itu, aksi massa digelar di Italia. Yang berdemo adalah para perempuan cantik dengan mengenakan gaun pengantin. Mereka menentang kebijakan pemerintah Roma yang melarang acara keagamaan dihadiri banyak orang. Termasuk di antaranya acara pernikahan.

Aksi itu digelar Asosiasi Pernikahan Italia. Sebanyak 15 ”pengantin” itu berpose di depan tempat-tempat terkenal di Roma. Mulai gedung parlemen hingga Trevi Fountain. Akibat pembatasan kerumunan, memang banyak acara pernikahan yang akhirnya diundur.

’’Saya seharusnya menikah September, tapi menundanya hingga tahun depan,’’ ujar Francesca Del Vechio, salah seorang demonstran.  Sementara itu, Presiden Brasil Jair Bolsonaro harus menjalani tes penularan Covid-19. Itu dilakukan karena politikus 65 tahun tersebut menunjukkan gejala telah tertular virus SARS-CoV-2. Salah satunya adalah demam. Sebagai pencegahan, dia sudah minum hidroksiklorokuin. Bolsonaro juga mengosongkan jadwalnya selama sepekan ke depan, berjaga-jaga seandainya dia benar-benar positif.

’’Saya telah melakukan rontgen paru-paru di rumah sakit militer sebagai bentuk pencegahan,’’ ujarnya saat diwawancarai CNN Senin (6/7).  Itu bukan kali pertama dia menjalani uji Covid-19. Bolsonaro sudah melakukannya 3 kali. Semua hasilnya positif. Hasil tes terakhir ini belum keluar. Bolsonaro sama seperti Trump. Dia menganggap remeh Covid-19. Padahal, korban tewas di negaranya sudah lebih dari 65 ribu orang. (sha/c13/ayi) 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X