BALIKPAPAN–Pembebasan lahan Tol Balikpapan-Samarinda (Balsam) kembali dikeluhkan. Kali ini terjadi di Seksi V. Pemilik lahan yang akan dibebaskan menuding terjadi kesalahan pengukuran oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sehingga luas lahannya menyusut. Dari semula 200 meter persegi menjadi 128 meter persegi. Pemilik lahan yang masuk Seksi V Tol Balsam itu bernama Elviana.
Dia mengungkapkan, tanahnya berada di Jalan Mulawarman, Kelurahan Manggar, Kecamatan Balikpapan Timur. Sebelum menjadi sertifikat, tanahnya masuk sertifikat induk milik Kabi. Pemilik lahan sebelumnya. Mulanya, dia tidak mengetahui adanya perbedaan pengukuran tanah tersebut dengan pengukuran yang dilakukan BPN.
Dia baru mengetahui setelah anak Kabi; Sumidah, melanjutkan proses pemecahan sertifikat tersebut. Karena Kabi telah meninggal. “Dia bilang tanah kita mau digusur. Jadi ibu enggak usah urus sertifikat. Karena akan digunakan untuk jalan tol,” ucapnya kepada Kaltim Post. Sumidah pun menawarkan pengurusan sertifikat lahan milik Elviana.
Karena masih dalam bentuk segel dan belum dilakukan pemecahan sertifikat, dia pun mengizinkan pengurusan pemecahan sertifikat itu dilakukan oleh Sumidah. Ada beberapa lahan yang sudah melakukan pemecahan sertifikat pada lokasi yang akan menjadi bagian Tol Balsam itu. “Saya enggak pernah lihat bentuk sertifikatnya seperti apa. Karena saya kenal dekat dengan keluarga mereka, saya percayakan saja,” terang dia.
Lalu sekira Juli 2019, dia kembali menanyakan progres pengurusan sertifikasi lahan tersebut. Namun, pada November 2019, dia mendapat informasi bahwa ada masalah pada proses penerbitan sertifikat itu. Ukuran lahannya tidak sesuai dengan luasan awalnya. “Ukuran tanah saya itu 200 meter persegi. Begitu saya lihat di situ (sertifikat) hanya 128 meter persegi. Hilangnya banyak betul,” katanya.
Dia melanjutkan, tak hanya dirinya yang bernasib sama. Beberapa lahan yang sudah berdiri bangunan juga belum melakukan pemecahan sertifikat. Luas lahan juga menyusut saat dilakukan pemecahan sertifikat.
“Ternyata ada salah satu yang memecah (sertifikat). Sama notarisnya ada salah pengukuran. Ada yang sudah melakukan pemecahan (sertifikat) dimasukkan. Saya yang belum, malah terkeluar separuh,” ceritanya. Sumidah pun menceritakan jika pihak yang melakukan pemecahan sertifikat itu, sudah melaporkan kesalahan pengukuran tersebut ke notaris yang bersangkutan. Akan tetapi, tidak diproses. Elviana pun diminta ke BPN Balikpapan untuk melakukan pengukuran ulang. Dia pun mengurus hal tersebut sekira Desember 2019.
“Saya ke BPN mendatangi bagian pengukuran. Dijanjikan akan diukur ulang,” jelas dia. Setelah dilakukan pengukuran ulang, disampaikan jika luasan lahan milik Elviana adalah 200 meter persegi. Tetapi permasalahannya, pada saat pengukuran tidak semua lahan miliknya masuk peta bidang pembebasan. Dia pun dijanjikan lagi akan dibuatkan surat tersendiri. Dengan harga pembebasan lahan sesuai perhitungan tim appraisal yang tidak berubah. Yakni Rp 800 ribu per meter persegi.
Tak ada kabar setelah sekian lama, akhirnya dia kembali mendatangi BPN. Setelah melalui proses panjang, ternyata pejabat pengukuran di BPN berganti. Dan disampaikan, akan mempelajari lagi dokumen pengukuran yang sebelumnya dilakukan. “Kebetulan tanah kami kayak ada tumpang tindih sertifikat. Tapi, kami tidak mempermasalahkan itu. Karena akan ada kesepakatan antar-kami,” ungkapnya. Elviana melanjutkan tanah miliknya yang akan dibebaskan itu, hendak dijadikan areal pengairan Tol Balsam. Namun, karena belum ada kesepakatan dengan BPN, dia masih menolak hal tersebut. Di mana belum ada kejelasan dari BPN mengenai luasan tanahnya yang berkurang. Sedangkan dia mendapat informasi, bahwa pekan ini sudah harus dieksekusi.
“Uangnya sudah ada di pengadilan. Cuma ukuran lahan saya yang berbeda. Bukan hanya saya saja,” katanya. Dia pun meminta, karena lahannya sudah pasti diambil oleh pemerintah untuk menjadi bagi Tol Balsam, maka ukuran lahannya bisa dikembalikan seperti semula. Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Balikpapan Ramlan menuturkan, pihaknya telah melakukan pengukuran sesuai dengan petunjuk batas yang dilakukan oleh pemilik tanah. Karena pada lahan tersebut terjadi overlapping atau tumpang tindih lahan, maka dilakukan sistem konsinyasi atau menitipkan anggaran pembebasan lahan ke Pengadilan Negeri (PN) Balikpapan.
Sesuai dengan regulasi yang diatur dalam Peraturan Presiden (PP) Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Apabila ada keberatan terhadap ketidaksesuaian sertifikat dengan hasil ukur atau peta bidang, yang telah dikonsinyasikan ke PN Balikpapan, maka pemilik lahan bisa berkoordinasi langsung ke BPN. Yang ditembuskan ke PPK Pengadaan Lahan Tol Balsam dan PN Balikpapan.
“Suratnya bisa keberatan atau permohonan untuk meminta pengukuran ulang. Yang juga ditembuskan ke PN Balikpapan. Karena sudah kita lakukan konsinyasi,” ujarnya saat ditemui Kaltim Post di kantornya kemarin. (kip/riz/k8)