Mahalnya biaya operasional dalam mendistribusikan sembako ke kecamatan-kecamatan pedalaman di Kutim, membuat Dinas Sosial (Dissos) mencari cara menyalurkan bantuan bagi warga terdampak Covid-19.
SANGATTA–Kondisi medan dan jarak antarkecamatan di kabupaten tersebut rupanya menjadi penyebab sedotan anggaran sangat cepat. Dijelaskan Kadissos Kutim Jamiatul Khair Daiq, biaya operasional bantuan sembako memakan anggaran lebih mahal. "Dana untuk mendistribusikan sembako lebih mahal ke kecamatan-kecamatan, malah sampai miliaran," katanya dalam rapat gugus tugas (7/7).
Anggaran itu sangat disayangkan jika digunakan begitu saja. Jamiatul menyebut, penyaluran bantuan berupa uang tunai lebih efektif. "Bagi bantuan itu bagusnya uang cash saja. Kalau sembako susah, apalagi datanya bertambah terus," bebernya.
Berdasarkan pengalamannya, bantuan sembako kerap menimbulkan kecemburuan sosial di antara masyarakat. Setiap hari angka pemohon bantuan bertambah terus, bahkan itu terjadi di beberapa kecamatan. Berbeda halnya dengan bantuan langsung tunai (BLT) yang disalurkan dan terkesan anteng. "Menurut saya mending BLT aja, dikirim langsung ke rekening masing-masing, karena sejauh ini tidak pernah ribut. Beda sama sembako, misalnya tetangga tidak dapat pasti kami yang disorot," ujarnya.
Jauhnya jarak kecamatan-kecamatan dan medan yang sulit ditempuh, ia meminta persetujuan pada ketua gugus tugas dalam hal ini diwakili wakil ketua Kasmidi Bulang. Dia mencontohkan, salah satu kecamatan yang sulit ditempuh seperti Sandaran, dampaknya biaya sangat mahal. "Kalau kami membagikan sembako ke Sandaran pasti agak mahal, perjalanan jauh lewat darat, dilanjutkan jalur air dengan menyewa kapal sampai puluhan juta, lalu lanjut lagi lewat darat," jelasnya.
Tidak berhenti di situ, dalam penyaluran, pihaknya harus membayar honor petugas pendistribusian, sehingga menjadi pertimbangan. "Akhirnya jadi serba salah. Sebenarnya kalau bantuannya berupa dana pasti hemat, tidak ada operasional, honor dan uang transport," tambahnya.
Namun, dengan biaya sewa enam gudang penyimpanan sembako tergolong mahal. Bahkan satu gudang dihargai berbeda, namun masing-masing gudang mencapai puluhan juta per bulannya. "Banyak yang harus dipertimbangkan, sementara tahap satu, dua dan tiga tetap sembako. Bantuan selanjutnya nanti baru pakai sistem penyaluran anggaran langsung ke rekening penerima," jelasnya.
Terpisah, Ketua Forum RT Sangatta Utara Basti S mengeluhkan hal serupa. Menurutnya, penyaluran bantuan sembako kepada masyarakat kerap membuat keributan. Hal itu terbukti saat penyaluran tahap satu yang telah rampung, serta tahap dua yang sementara berjalan. Sehingga kata dia itu bisa menjadi pelajaran di tahap ketiga. "Saya lihat ada saja masyarakat yang meminta bantuan sembako, padahal sudah mendapat BLT. Itu kan tidak boleh ganda," terangnya.
Sekda Kutim Irawansyah menyetujui usulan tersebut. Namun, ia meminta bantuan sembako yang setiap tiga bulan diberikan terlebih dahulu untuk dirampungkan. "Kalau standar tiga bulan sudah terpenuhi, bulan selanjutnya boleh pakai bantuan tunai. Nanti buat saja laporannya, asal jangan sampai salah sasaran," pintanya.
Kajari Kutim Setiyowati ikut menyetujui usulan bantuan sembako yang wacananya diubah menjadi penyaluran langsung ke rekening. Namun, dirinya menegaskan agar bukti transfer langsung dikirim ke kejaksaan. "Saya maunya kalau sudah mengirimkan bantuan, segera kirim bukti transfer hari itu juga, paling telat dua hari lah, bisa juga cetak rekening koran. Jangan ditunda-tunda," singkatnya. (*/la/dra)