Calon Mahasiswa Baru dari Luar Samarinda Wajib Rapid Test, Biaya Persyaratan Lebih Mahal

- Rabu, 8 Juli 2020 | 12:23 WIB
BUKA PEMERIKSAAN: Klinik Unmul membuka pemeriksaan rapid diagnostic test khusus bagi calon mahasiswa yang datang dari luar Samarinda. RAMA SIHOTANG/KP
BUKA PEMERIKSAAN: Klinik Unmul membuka pemeriksaan rapid diagnostic test khusus bagi calon mahasiswa yang datang dari luar Samarinda. RAMA SIHOTANG/KP

Kewajiban harus menunjukkan hasil rapid diagnostic test (RDT) sebelum pelaksanaan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) Universitas Mulawarman (Unmul) dikeluhkan. Pasalnya, calon mahasiswa baru (maba) harus merogoh kocek Rp 250 ribu untuk mendapatkan secarik kertas dengan hasil non-reaktif.

 

SAMARINDA–Biaya persyaratan dianggap jauh lebih mahal dari biaya pendaftaran. Pengumuman persyaratan melampirkan rapid test pun dinilai lambat diumumkan dan memberatkan calon mahasiswa. Pengumuman yang tertuang dalam surat Nomor 2286/UN17/PP/2020 baru dikabarkan, Kamis (2/7) lalu. Sedangkan sebagian peserta telah menginjakkan kakinya di Kota Tepian sebelum pengumuman wajib rapid test.

Harian ini sempat berbincang dengan Ali Ansar (19), saat mengantre melakukan rapid test di Klinik Unmul. Calon mahasiswa asal Kecamatan Babulu, Penajam Paser Utara (PPU) itu mengeluhkan adanya tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Setelah mengeluarkan kocek pendaftaran Rp 150 ribu, dia harus kembali merogoh kantong untuk rapid test. "Ya sebenarnya berat, belum lagi ongkos jalan ke sini, membebankan orangtua lagi, ekonomi lagi susah begini," keluhnya.

Sebenarnya, dari kampung halamannya telah menyediakan rapid test gratis. Namun, dia telah telanjur di Samarinda. "Sebenarnya ada di PPU tes gratis, tapi kan sudah di sini baru tahunya, terpaksa bayar," jelasnya.

Tak jauh berbeda dengan Ali. Grace, perempuan asal Loa Duri, Kukar, mengeluhkan pengeluaran untuk biaya rapid test. "Kasihan orangtua sebenarnya. Kasihan juga teman-teman yang jauh, kalau saya masih mending, tidak terlalu jauh," ucapnya. "Saya sengaja rapid tes di sini karena lebih murah, kalau Puskesmas Loa Duri bayar Rp 350 ribu," ungkapnya. Sedangkan di Unmul, setiap yang rapid test di Unmul, wajib membayar Rp 250 ribu.

Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Akademik Unmul Mustofa Agung Sardjono menjelaskan, persyaratan wajib rapid test sebenarnya hanya menindaklanjuti rekomendasi dari Satgas Covid-19 Kaltim. Rekomendasi tersebut tertuang dalam surat Nomor 421.4/3768/B.Kesra/2020 tentang Rekomendasi Pelaksanaan UTBK-SBMPTN Unmul 2020. "Karena sudah ketentuannya, kami tidak berani melanggar. Kalau terjadi penyebaran, pasti kami yang dipermasalahkan," ucapnya. "Tapi enggak mesti tes di sini (klinik Unmul), kami sekadar memfasilitasi aja," sambungnya.

Pria bergelar profesor itu mengungkapkan, telah mendengar beberapa keluhan dari para peserta. Baik keluhan waktu pengumuman wajib rapid test, hingga keluhan besaran biaya. Namun, dia tak bisa berbuat banyak. Surat rekomendasi yang terbilang mendadak dan lambat tiba di meja kerjanya menjadi alasan. "Sebenarnya kalau tanggal suratnya 24, tapi sampai di meja saya kalau tidak salah Rabu atau Kamis lalu," sebutnya. Menyiasati waktu yang mendadak, lanjut Agung, pihak Unmul bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kaltim. Pelaksanaan rapid test yang berlangsung di Klinik Unmul pun bisa dilakukan Sabtu dan Minggu. "Kami sebenarnya juga gelagapan ada diwajibkan rapid test, maka itu kami bekerja sama dengan IDI Kaltim, kebetulan ketuanya juga Satgas Covid-19 Unmul," terangnya.

Disinggung soal dua jalur lainnya apakah harus menunjukkan hasil rapid test, termasuk jalur SNMPTN yang telah berlalu, Agung menjelaskan hal itu tidak perlu. Bahkan, dalam herregistrasi, para calon mahasiswa tidak akan diminta menunjukkan hasil rapid test. Begitu pula para peserta jalur mandiri. Karena berbasis online dan tidak ada pengumpulan masa jumlah banyak.

Ditanya alasan kenapa hanya calon mahasiswa yang berdomisili di luar Samarinda saja yang harus menunjukkan hasil rapid test, Agung tak tahu pasti alasannya. Dia hanya berpatokan dengan surat rekomendasi sekda Kaltim. "Kalau itu saya jujur, enggak tahu, yang tahu Gugus Tugas provinsi dong. Seperti saya yang bukan orang kesehatan jadi tidak bisa menjawab," ucapnya.

Dikonfirmasi terpisah. Ketua Satgas Covid-19 Unmul Nataniel Tandirogang menuturkan, alasan para peserta luar Samarinda yang wajib rapid test sebenarnya tidak diterangkan secara terperinci dalam surat rekomendasi Plt Sekretaris Daerah Kaltim. Sehingga, para peserta dari Kabupaten Mahulu yang notabene termasuk zona hijau juga harus menunjukkan surat hasil non-reaktif Covid-19.

Namun, pria yang juga menjabat sebagai ketua IDI Kaltim itu menerjemahkan wajib rapid test dengan sisi lain. Menurut dia, wajib rapid test merupakan persyaratan dalam perjalanan.

"Jadi sebenarnya saya menerjemahkannya sebagai persyaratan perjalanan. Kalau di UTBK tidak ada syarat rapid test, tapi itu direkomendasi sekda Kaltim," terangnya. Dia juga menegaskan, rapid test sejatinya sebagai upaya mencegah penularan Covid-19 peserta UTBK. "Itu juga jadi penanganan khusus jika hasilnya ada yang reaktif," tutupnya. (*/dad/dra/k8)

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X