Pinjol Ilegal Kian Meresahkan, OJK Imbau Masyarakat Lebih Selektif

- Selasa, 7 Juli 2020 | 12:23 WIB
ilustrasi
ilustrasi

BALIKPAPAN–Aplikasi pemberi pinjaman online ilegal kian meresahkan masyarakat. Di tengah pandemi virus corona, mereka memanfaatkan situasi dengan gencar menawarkan pinjaman online. Namun, melakukan penagihan pinjaman dengan teror.

Satgas Waspada Investasi (SWI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, baru-baru ini, mereka kembali menemukan 105 financial technology (fintech) ilegal dan 99 entitas yang tidak terdaftar di OJK. Fintech ilegal itu menawarkan pinjaman online atau pinjol ke masyarakat yang kini perekonomiannya sedang terimpit akibat pandemi virus corona.

Ketua SWI Tongam L Tobing mengatakan, pihaknya melihat rata-rata pinjaman yang dilakukan masyarakat terhadap fintech ilegal berkisar Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta. Karena pinjaman yang relatif kecil, masyarakat cenderung mengulanginya sehingga saat mendapatkan tagihan, masyarakat mencari pinjaman lain guna menutupi utangnya.

Dia menyampaikan, keberadaan fintech ilegal sulit dihilangkan karena pelaku memiliki lebih satu akun. Jadi, saat telah diblokir, pelaku dapat dengan mudah membuat akun baru dengan menggunakan nama yang berbeda. Karena itu, pihaknya terus mengedukasi masyarakat agar informasi terhadap fintech ilegal dapat bertambah.

"Setiap bulan kami melakukan rapat strategis dengan pihak terkait seperti Kominfo dan juga Bareskrim. Sebab, sampai saat ini fintech ilegal masih marak dan tak sedikit dari masyarakat yang telah menjadi korban pinjaman online. Itu terbukti dengan aduan yang masuk ke kami. Oleh karenanya, sebelum mengajukan pinjaman online kami mengimbau masyarakat untuk cross and check daftar fintech yang telah berizin OJK,” kata Tongam.

Modus yang biasa dilakukan fintech ilegal ialah memberikan pinjaman online penawaran menggiurkan, namun pelaku meminta data pribadi masyarakat. Modus ini masih sama seperti sebelumnya, yakni menawarkan keuntungan besar. Misal iming-iming bunga 2 persen tanpa syarat dan risiko. Atau, untuk meyakinkan masyarakat, fintech ilegal melakukan penawaran layaknya bank.

“Mereka berusaha untuk meyakinkan kalau mereka dari bank tertentu. Sehingga, kalau masyarakat tidak melakukan pengecekan di OJK, tentu akan terkecoh,” katanya.

Kendati begitu, Tongam mengatakan, pihaknya tidak dapat memperoleh data perputaran uang fintech ilegal. Sebab, keberadaan layanan pinjaman online ilegal tidak diketahui bahkan pengurusnya pun tidak jelas. Sebab itu, pihaknya sulit mendapatkan laporan keuangan fintech ilegal karena statusnya yang tidak terdaftar.

“Di sini yang dirugikan tak hanya masyarakat, tapi juga pemerintah. Karenanya, jika masyarakat telah telanjur melakukan pinjaman, maka segera dilunasi. Kami menyarankan untuk melakukan negosiasi dengan pihak terkait dalam penyelesaiannya. Namun, jika masyarakat mendapatkan teror, kami menyarankan untuk melapor kepada pihak berwajib agar dapat ditindaklanjuti,” bebernya.

Untuk diketahui, korban yang telah diurus di pengadilan, tidak bisa mendapatkan pengembalian dana 100 persen, karena uangnya telah disalurkan untuk kegiatan yang tidak produktif.

Sementara itu, CEO & Co-Founder Akseleran Ivan Tambunan mengatakan, perusahaan berhasil membukukan “rapor hijau” di semester pertama 2020. Selama Januari hingga Juni tahun ini, platform-nya telah menyalurkan total penyaluran pinjaman usaha sebesar Rp 354 miliar atau tumbuh 6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

“Rapor hijau di semester pertama 2020 ini tentu didukung penuh oleh lebih 200 ribu lender sektor retail (perorangan) Akseleran yang tersebar di seluruh Indonesia. Apalagi, total nilai pengembangan dana untuk pendanaan UKM dari lender retail kami juga mengalami kenaikan yang sama sebesar 6 persen di sepanjang semester pertama tahun ini,” ujar Ivan dikutip dari siaran pers.

Ivan mengatakan, pinjaman itu disalurkan kepada lebih 2.100 borrower. Sebagian besar pertumbuhan ditopang oleh performa di sepanjang kuartal pertama 2020 yang mengalami kenaikan sebesar 28 persen dari periode yang sama tahun lalu.

Menurut dia, pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan era normal baru (new normal) turut berdampak terhadap peningkatan penyaluran pinjaman di platform-nya. Bulan lalu (Juni 2020), penyaluran pinjaman mengalami kenaikan 13 persen dari tahun lalu. 

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X