RAMA SIHOTANG/KP
Tambang “emas hitam” di Bumi Etam masih menjadi primadona. Demi meraup keuntungan besar, ada saja oknum penambang bertindak semena-mena. Tak memedulikan dampak yang ditimbulkan ke warga sekitar, bahkan nekat beraktivitas tanpa izin.
SAMARINDA–Santer terdengar belakangan ini adalah aktivitas pertambangan di Kelurahan Lempake, Samarinda Utara. Saat diusut pihak kepolisian sejak dua minggu lalu, tak terlihat lagi adanya aktivitas di lokasi. Alat berat yang biasa digunakan untuk mengambil batu baru pun sudah dibawa kabur.
Hanya lahan kosong gersang yang didapati petugas. Sidak yang dilakukan DPRD Samarinda bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada Kamis (2/7) pun tak menemukan tanda-tanda aktivitas. Hanya tanah dan pasir yang mulai tergerus air.
Aktivitas pertambangan yang diketahui terakhir berjalan pada sekitar 19 Juni lalu itu hanya menyumbang dampak lingkungan bagi warga sekitar. Bahkan, warga sekitar mengeluhkan, banjir yang terjadi tiga bulan terakhir jauh lebih dalam.
Ketinggian air bisa mencapai dua meter. Itu baru banjir. Belum lagi masalah endapan lumpur dan pasir yang meluber hingga saluran drainase. Aldila Rahmi Zahara, kasi Pengaduan dan Penyelesaian Sengketa Lingkungan DLH Samarinda membenarkan adanya bekas aktivitas pertambangan di kawasan Kelurahan Lempake tersebut.
Hanya untuk para pelakunya tidak ditemukan. “Ketika sidak kemarin itu memang tidak ada orang di sana, padahal sidaknya secara spontan saja. Saya saja diberi tahu satu jam sebelumnya,” terangnya.
Perempuan yang akrab disapa Dila itu juga menerangkan pembukaan lahan secara masif, ditambah adanya pertambangan ilegal, membuat saluran drainase mengalami sedimentasi.
"Posisinya (tambang) itu ada di atas permukiman, jadi ibaratnya ya banjir lumpur," terangnya.
Disinggung soal aktivitas pematangan lahan kerap dijadikan dalih pengerukan emas hitam, Dila menuturkan, hal tersebut akan susah dilakukan. Selain perizinan yang tidak hanya pada satu pintu OPD, selain itu adanya tim survei ke lokasi tersebut akan menyusahkan para oknum penambang liar.
“Kan harus ada lapor dulu ke dinas terkait, ada juga survei nantinya sebelum mulai kegiatan dan tiga bulan setelah izin," jelasnya.
Ditanya adanya izin pematangan lahan di kawasan tersebut, Dila menuturkan tidak ada perizinan aktivitas pembukaan lahan sebelumnya. “Nggak ada izin, makanya itu ilegal kegiatannya, kalau ada izin pasti kami tahu,” pungkasnya. (*/dad/kri/k8)