Bupati Kutim dan Istri Tersangka Suap Proyek Infrastruktur, Ditangkap saat Makan di Restoran

- Minggu, 5 Juli 2020 | 10:19 WIB

Ismunandar diduga menjamin anggaran dari rekanan tidak mengalami pemotongan. Kemudian, Encek selaku ketua DPRD Kutim melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang proyek.

 

JAKARTA–Daftar kepala daerah di Kaltim yang tersandung jerat Komisi Penanganan Korupsi (KPK) bertambah. Kali ini Bupati Kabupaten Kutai Timur (Kutim) Ismunandar yang terseret kasus suap. Tidak tanggung-tanggung, selain Ismunandar, KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus ini. Termasuk Ketua DPRD Kutim Encek UR Firgasih, yang tak lain istri Ismunandar.

Selain Ismunandar dan istrinya, tiga tersangka yang ditetapkan KPK sebagai tersangka penerima suap yakni Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kutim Musyaffa, Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Aswandini, Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah. Kemudian sebagai pemberi suap, KPK menetapkan dua rekanan; Aditya Maharini dan Deky Aryanto. Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan, penetapan tujuh tersangka itu merupakan tindak lanjut operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Kamis (2/7) di beberapa tempat di Kutim, Jakarta, dan Samarinda.

Lanjut Nawawi, Ismunandar ditangkap di sebuah restoran di kawasan Senayan, Jakarta. "Lalu Kamis, 2 Juli pada 18.45 WIB, setelah KPK mendapat informasi penggunaan uang yang diduga dikumpulkan dari rekanan yang menjalankan proyek di Kutim. Kemudian tim mengamankan ISM (Ismunandar), AW, dan MUS, di sebuah restoran di Senayan Jakarta," papar Nawawi. Total, ada 16 orang yang diamankan dalam operasi senyap di tiga lokasi itu. Ismunandar dan istrinya ditangkap di Jakarta. Dari OTT itu, KPK menemukan uang tunai sejumlah Rp 170 juta, beberapa buku tabungan senilai Rp 4,8 miliar, dan sertifikat deposito sebesar Rp 1,2 miliar.

”Secara simultan, tim KPK yang berada di area Jakarta dan Sangatta turut mengamankan pihak-pihak lain,” kata Nawawi dalam konferensi pers di Jakarta, malam tadi. KPK menemukan ada indikasi penerimaan suap terkait proyek infrastruktur di Kutim. Para rekanan diduga telah memberikan uang kepada bupati pada 11 Juni lalu. Perinciannya, Aditya selaku rekanan Dinas PU memberikan Rp 550 juta.

Sementara Deky (rekanan Dinas Pendidikan) memberikan Rp 2,1 miliar. Uang itu diberikan melalui Suriansyah dan Encek. Untuk diketahui, Aditya telah menjadi rekanan sejumlah proyek PU. Di antaranya, pembangunan embung Desa Maloy, Kecamatan Sangkulirang senilai Rp 8,3 miliar (dikerjakan CV Permata Group), pembangunan Rutan Polres Kutim senilai Rp 1,7 miliar (CV Bebika Borneo), serta peningkatan jalan Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar (CV Bulanta).

Kemudian optimalisasi pipa air bersih PT GAM senilai Rp 5,1 miliar dan pemasangan lampu Jalan APT Pranoto senilai Rp 1,9 miliar (PT Pesona Prima Gemilang). Sementara Deky mengerjakan proyek di Dinas Pendidikan senilai Rp 40 miliar. ”Jadi rekanan ini telah mengerjakan proyek di Kutai Timur,” jelas mantan ketua Pengadilan Negeri (PN) Samarinda ini.  Nawawi menambahkan, uang pemberian rekanan itu dimasukkan Musyaffa ke beberapa rekening.

Yakni Bank Syariah Mandiri sebesar Rp 400 juta, Bank Mandiri Rp 900 juta, dan Bank Mega Rp 800 juta. Uang itu sebagian digunakan untuk membayar mobil Elf di Isuzu Samarinda pada 23-30 Juni sebesar Rp 510 juta. Juga membeli tiket pesawat ke Jakarta Rp 33 juta dan hotel Rp 15,2 juta.  Selain pemberian itu, KPK juga menduga adanya transaksi suap berupa tunjangan hari raya (THR) pada 19 Mei lalu. THR dari Aditya diberikan kepada bupati, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini masing-masing Rp 100 juta. Lalu Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar sebagai calon bupati (cabup) Kutim tahun ini. 

Penerimaan uang itu diduga karena Ismunandar menjamin anggaran dari rekanan tidak mengalami pemotongan. Kemudian Encek selaku ketua dewan melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang proyek. Musyaffa sebagai orang kepercayaan bupati juga melakukan intervensi dalam penentuan pemenang itu.  Kemudian Suriansyah mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencarian termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan.

”Dan ASW (Aswandini) mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang,” imbuh Nawawi. Untuk kepentingan penyidikan, enam tersangka langsung ditahan. Sementara tersangka Deky dalam perjalanan menuju KPK tadi malam. Penindakan OTT ini juga mendapat perhatian besar karena dilakukan setelah ada pemberitaan mengenai dugaan pelanggaran kode etik oleh ketuanya sendiri. Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menegaskan, perlu ada perhatian lebih dari KPK untuk menuntaskan permasalahan yang sudah ada lebih dulu.

Kurnia menegaskan bahwa ICW mengapresiasi OTT yang dilakukan terhadap bupati Kutai Timur dan istrinya. Namun, perlu diperhatikan juga kelanjutan OTT ini. Jangan hanya ramai di awal, seperti yang terjadi pada dua OTT besar terdahulu. "Dua tangkap tangan sebelumnya justru menimbulkan polemik di tengah masyarakat," jelas Kurnia kemarin.

 

JALANNYA PEMERIKSAAN

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X