Ismunandar Tersangka, Peta Politik Kutim Jelang Pilkada Berubah

- Minggu, 5 Juli 2020 | 10:17 WIB

STATUS tersangka yang diembanIsmunandar membuat peta politik di Kutim jelang Pilkada Serentak Desember nanti tampaknya akan berubah. Untuk diketahui, Ismunandar selaku petahana santer dikabarkan akan kembali berpasangan dengan wakilnya saat ini, Kasmidi Bulang (KB). Namun, belakangan mereka memilih berpisah.

Ismu, sapaan karib Ismunandar, memilih berpasangan dengan Imam Hidayat, mantan kepala Dinas Pendidikan Kutim. Bakal calon bupati dan wakil bupati ini disebut akan diusung Partai NasDem dan PPP yang memiliki sembilan kursi di DPRD. Dikonfirmasi terkait hal itu, Bendahara Umum NasDem Kaltim, Saefuddin Zuhri mengatakan, pihaknya memang sebelumnya menyatakan mendukung Ismunandar maju kembali di Pilkada Kutim.

 Namun, kebijakan pusat juga akan digulirkan seiring berjalannya kasus di KPK. Zuhri menegaskan, DPP yang akan memutuskan bagaimana langkah selanjutnya terkait dukungan politik ke Ismu. "Kita tunggu saja lah," jelasnya. Dikonfirmasi terpisah, Ketua DPD NasDem Kutim Arfan memilih irit bicara terkait kasus yang membelit Ismu. Namun, dia tak menampik jika NasDem akan mengusung Ismunandar selaku kandidat terkuat dari internal NasDem.

"Yang pasti PPP dengan NasDem, partai-partai lain sementara masih lobi-lobi," jelas dia. Menurut dia, bagaimanapun NasDem Kutim memang harus berkoalisi. Sebab, kekurangan kursi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Kendati demikian, pihaknya belum dapat memastikan permasalahan yang menimpa Ismunandar. "NasDem cuma lima kursi, jadi pasti akan koalisi dengan partai lain. Kalau soal mencalonkan, tunggu arahan DPP saja," tambahnya.

Sedangkan KB, akan berpasangan dengan Ardiansyah, mantan bupati Kutim. Keintiman KB-Ardiansyah terlihat dari spanduk mereka yang sudah mulai terpampang di beberapa ruas jalan protokol di Sangatta. Golkar dan PKS disebut akan mengusung pasangan ini.

Sementara pasangan lainnya, yakni Mahyunadi dan Lulu Kinsu. Keduanya bahkan sudah deklarasi. Namun, parpol pengusung Mahyunadi masih alot. Sebab, dia harus bersaing dengan KB untuk mendapat rekomendasi Golkar. Adapun Lulu Kinsu sempat dikabarkan telah berkomunikasi dengan DPD Gerindra Kaltim.

Entah berkorelasi langsung atau tidak, namun tak sedikit pejabat publik di Kaltim terseret KPK ketika sedang mempersiapkan diri maju di pemilihan kepala daerah (pilkada). Belum lepas dari ingatan nama mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari menjadi tersangka kasus gratifikasi pada akhir 2017. Kala itu, Rita Widyasari ditangkap beberapa bulan jelang Pemilihan Gubernur Kaltim 2018. 

Pada saat itu, Rita Widyasari digadang-gadang menjadi salah satu bakal calon gubernur yang diusung Golkar. Kini hal serupa terjadi pada Bupati Kutai Timur Ismunandar. Lelaki yang juga istrinya merupakan ketua DPRD Kutai Timur ini, hendak mencalonkan diri lagi menjadi orang nomor satu di Kutai Timur.

Meski begitu, akademisi Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mengingatkan, OTT ini murni persoalan hukum. Menurut dia, publik harus fokus ke masalah hukumnya saja. Soal kasus ini memberikan dampak atau implikasi politik, pasti dan adalah hal yang sulit dihindari.  "Frasa kata dijegal, dizalimi, dijebak, dan sebagainya itu kan bahasa pembelaan yang lazim dikeluarkan oleh pelaku-pelaku korupsi," jelas lelaki yang akrab disapa Castro tersebut.

Terkait motif, lanjut Castro, politik memerlukan biaya tinggi dalam pemilihan kepala daerah. Sehingga bisa jadi alasan utama untuk memperkaya lumbung-lumbung pendanaannya yang akan dijadikan modal bertarung di pilkada nantinya. "Karena itu, bancakannya diambil dari mana saja, termasuk dari fee di setiap upaya untuk memenangkan tender dari pengusaha tertentu," sambungnya.

Castro menambahkan, di luar itu, kasus ini juga pertanda masih kuatnya politik transaksional dalam proses pengadaan barang dan jasa. Ini semacam jatah preman atau upeti yang diberikan sebagai tiket untuk memenangkan tender barang dan jasa. Tradisi macam ini jelas akan melanggengkan tindakan korup dalam pengadaan barang dan jasa. Celakanya, kepala daerah memperdagangkan pengaruhnya (trading in influence) demi mengembalikan biaya politik yang dikeluarkannya, atau sebaliknya, mengumpulkan biaya politik sebesar-besarnya sebagai modalnya untuk bertarung di pilkada. (*/la/nyc/dq/kpg/riz/k8)

 

Editor: izak-Indra Zakaria

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X