Banjir yang menggenang puluhan ribu rumah warga Mei lalu, tak lepas dari aktivitas pertambangan batu bara. Rupanya, ada aktivitas pengerukan emas hitam tak berizin yang nyaman beroperasi di dekat permukiman.
JALAN tergenang. Begitu pula dengan rumah warga. Di kawasan RT 43, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, ada aktivitas terselubung yang membuat warga cemas ketika hujan melanda ibu kota Kaltim.
Pematangan lahan sekaligus pengerukan batu bara dilakukan tak jauh dari rumah warga. Jaraknya sekitar 500 meter. Meski dinilai ideal, dampak yang ditimbulkan membuat warga di sekitar lokasi galian tak berizin itu jadi merasakan dampak buruknya. Banjir yang kerap terjadi diduga disebabkan pembukaan lahan dan pertambangan ilegal secara ugal-ugalan.
Kamis (2/7), Ketua DPRD Samarinda Siswadi bersama anggota Komisi III menyambangi kawasan tersebut, tepatnya di Jalan Gunung Kapur, Lempake. Mereka menyaksikan lahan yang terkupas imbas aktivitas pembukaan lahan. Saat hujan tiba, kawasan itu membawa material pasir hingga ke permukiman.
Ketua Komisi III DPRD Samarinda Angkasa Jaya menerangkan, sudah tiga kali menegur Pemkot Samarinda namun tidak diindahkan. Dia berharap, selanjutnya jika warga menemukan aktivitas pembukaan lahan, bisa melaporkan ke instansi terkait, misalnya kelurahan atau kecamatan.
"Kami melihat ada tanda-tanda kawasan ini ditinggal sementara. Potensi para penambang ilegal untuk kembali sangat besar. Makanya kami minta warga laporan jika ada aktivitas. Jika tidak, mereka (warga) jadi oknum yang mendukung aksi perusakan lingkungan," ucapnya ditemui di sela-sela sidak. Terhadap pemerintah, dia berharap bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
Pasalnya, dalam waktu dekat, pihaknya akan menyelesaikan perda tata ruang. Jika persoalan seperti ini tak kunjung rampung, bisa menyulitkan proses penyelesaian perda. "Masa tidak bisa tegas menutup aktivitas di sini," keluhnya.
Sementara itu, Ketua RT 43 Kelurahan Lempake Irwansyah menerangkan, banjir di kawasan ini memang paling parah tiga bulan terakhir. Bahkan, ketinggian air mencapai 2 meter. Sedangkan aktivitas pertambangan ilegal terakhir di sini terdeteksinya sekitar 19 Juni lalu, makanya kami melaporkan ke lurah dan camat hingga tim DLH untuk melakukan sidak.
"Mereka (penambang liar) kucing-kucingan, dan bekerja sekitar jam 12 malam. Kami tidak tahan dampaknya, banjir di sini makin tinggi dan luas," ucapnya.
Ketua DPRD Samarinda Siswadi menyebut, itu merupakan laporan yang terlambat karena di lokasi tidak ada aktivitas lagi. Dia menyebut, kesulitan pengungkapan kasus serupa adalah minimnya informasi dari warga setempat karena merekalah yang mengetahui dan merasakan dampaknya.
"Kami akan melacak pelaku tambang ilegal di kawasan ini. Dan tidak akan selesai sampai di sini," kuncinya. (dns/dra/k8)