Limbah Domestik Dominasi Pencemaran Sungai di Kutai Timur

- Jumat, 3 Juli 2020 | 13:03 WIB
TURUNKAN KUALITAS AIR: Limbah domestik masih menjadi biang menurunnya kualitas air. Terlihat sampah masih hanyut di Sungai Sangatta (2/7). YODIQ/KP
TURUNKAN KUALITAS AIR: Limbah domestik masih menjadi biang menurunnya kualitas air. Terlihat sampah masih hanyut di Sungai Sangatta (2/7). YODIQ/KP

 

 

SANGATTA–Untuk melakukan pengawasan, masalah anggaran menjadi kendala. Terlebih Pemkab Kutim sedang memfokuskan seluruh anggaran pada penanganan Covid-19, sehingga gerak DLH ikut terbatas. Bahkan, sepanjang 2020, DLH baru melakukan sampling pada dua titik sungai, di Kecamatan Wahau dan Kecamatan Telen.

"Kami ingin menguji sungai lain tapi anggaran terbatas. Semua anggaran fokus penanganan Covid-19," ujar Kepala DLH Kutim Aji Wijaya Rahman (2/6). Bahkan, hasil uji sampling sungai tersebut belum diambil karena belum bisa dibayar. Anggaran yang diperlukan untuk satu pengujian Rp 4 juta. "Kami uji di laboratorium Global di Samarinda. Laboratorium yang terakreditasi," jelasnya.

Staf Bidang Pencemaran DLH Kutim Taufik menambahkan, berbicara pencemaran maka kaitannya kepada pelaku usaha. Aktivitas pertambangan yang paling banyak. Sektor tersebut harus memiliki unit pengelolaan air limbah. "Itu semua harus berizin. Artinya limbah yang dibuang harus memenuhi baku mutu air. Itulah standar mengantisipasi pencemaran sungai," jelasnya.

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan, limbah yang mencemari sungai kebanyakan berasal dari limbah domestik. Parameternya bakteri yang banyak mengendap di sungai. "Terutama di sungai Sangatta. Rata-rata warga yang bermukim di tepi sungai masih membuang sampah ke sungai," sebutnya. "Termasuk di sungai pedalaman, di antaranya Sungai Wahau. Masih terlihat sampah domestik," tambahnya.

Menurutnya, sungai cukup dinamis. Apalagi ketika musim hujan, kondisi sungai akan sedikit membaik, terlebih ketika curah hujan tinggi. "Kalau kemarau kondisinya tidak baik. Bergantung saat pengecekan," jelasnya.

Masyarakat diimbau agar tidak membuang limbah padat ke sungai. Penanganan sungai yang sudah tercemar sangat kompleks. Sebab, harus dimulai dari hulu sampai hilir. Memerlukan anggaran hingga miliaran jika ingin mengembalikan kualitas air.

Dia mencontohkan sungai di Jakarta yang kondisinya sudah parah. Terlebih warnanya kehitaman. Namun, jika ingin kualitas air membaik, harus dilakukan erasi. "Jadi ada semacam erator yang terus digerakkan di sungai. Itu salah satu jenis teknologi yang bisa dilakukan. Tujuannya meningkatkan kadar oksigen. Kalau oksigen bagus, limbah akan lebih mudah diuraikan. Sungai akan lebih bersih dan lebih baik. Itu yang pernah saya lihat. Biayanya sangat mahal," pungkasnya. (dq/dra/k16)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Siapkan Formasi Fresh Graduate Pindah ke IKN

Rabu, 24 Januari 2024 | 23:00 WIB

Truk Ambles di Drainase Proyek DAS

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:31 WIB

Pengedar Sabu Diciduk Polisi saat Terlelap di Kamar

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:30 WIB

Anies Prioritaskan Ketersediaan Lapangan Kerja

Rabu, 24 Januari 2024 | 11:27 WIB

Jepang vs Indonesia, Maju Tak Gentar...!!

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:23 WIB

ASTAGA..!! Ada 26 Motor Hilang di Depan BIGmall

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:16 WIB

Menantu Luhut Jadi Komisaris Utama Pindad

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:11 WIB

Babinsa Sungai Dama Antar Warga ke Rumah Sakit

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:09 WIB

18 Kecamatan di Kukar Kekurangan Pengawas TPS

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:08 WIB

Algaka Pelanggar di Kukar Mulai Ditertibkan

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB

Karena Pemilu, Kasus Korupsi KPU Mahulu Terhambat

Rabu, 24 Januari 2024 | 10:05 WIB
X