BALIKPAPAN - Saban tahun penerimaan peserta didik baru (PPDB) menuai polemik. Tahun ini banyak orangtua yang kecewa karena anak mereka gagal masuk sekolah negeri.
Seperti yang dialami Syarifudin. Warga Manggar, Balikpapan Timur, itu menuding petunjuk teknis (juknis) yang dikeluarkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Balikpapan tidak sesuai Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 44 Tahun 2019.
“Permendikbud menekankan zonasi, usia, lalu nilai. Tetapi, di Balikpapan sebaliknya, lebih mengutamakan nilai dibandingkan zonasi dan usia,” ujarnya.
Alhasil, anaknya yang hendak disekolahkan di SMP 8 Balikpapan pun tidak dapat masuk. Padahal, jarak rumah dengan sekolah tidak sampai 1 kilometer, dan masuk zonasi radius zonasi (RZ).
"Saya coba baca ulang Permendikbud. Pasal per pasalnya hanya menitikberatkan zonasi dan umur. Untuk SMK ada khusus tambahan UN (ujian nasional)," keluhnya.
Menanggapi keluhan orangtua tersebut, Sekretaris PPDB Disdikbud Kota Balikpapan, Ganung Pratikno menjelaskan, juknis yang dibuat merupakan turunan dari Permendikbud. Penerapan usia pada Permendikbud pun terkait minimal usia pendaftar untuk jenjang SD.
Tetapi, kondisi saat ini, rasio jumlah siswa yang lulus dan yang bisa diterima sekolah negeri di Balikpapan hanya 60 persen. Karena itu, Disdikbud Balikpapan menerjemahkan sistem penyeleksian yang objektif berdasarkan nilai. “Sekarang yang terjadi daya tampung sekolah masih belum ideal, terlebih tahun ini tidak ada pembangunan gedung baru,” sebutnya.
Jumlah SMP yang tersebar di enam kecamatan di Balikpapan masih 24 sekolah. Dia juga mengatakan, tidak semua harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Jadi, siswa yang tidak diterima di negeri bisa saja memilih sekolah swasta.
“Pihak negeri tidak boleh mematikan swasta. Banyak orangtua yang mengeluh dan panik, saya paham situasi yang ada,” ujarnya. (lil/rdh/k16)